Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Penasehat hukum terdakwa Dzulmi Eldin, Junaidi Matondang secara tegas mengajukan eksepsi. Ia menyebut, ada kekeliruan KPK dalam menulis surat dakwaan yang mendakwa kliennya, Walikota Medan nonaktif tersebut.
"Syaratnya harus cermat, singkat, jelas. Kami melihat ada absrutlitas yang ada di dalam surat dakwaan, dimana ada keterangan saksi yang ada di dalam surat dakwaan itu," ucap Junaidi Matondang, seusai sidang kasus tersebut di Ruang Cakra Utama Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (5/3/2020) sore.
Ia menyatakan bahwa kekeliruan tersebut didapatkan dalam surat dakwaan yang menjelaskan Dzulmi Eldin mendapatkan uang Rp 2, 1 miliar padahal dalam itungan tersebut hanya mencapai Rp1,4 miliar.
Ia berharap, dengan eksepsi yang diajukan dapat menyempurnakan isi dakwaan yang harusnya menjadi patron persidangan.
"Kami berharap, eksepsi yang kami ajukan ini, bukan untuk mencari-mencari kesalahan namun mencari kesempurnaan, karena ada ketidakcermatan dalam surat dakwaan tersebut. Karena surat dakwaan seharusnya itu menjadi patron dari persidangan inikan, maka agar tidak kabur kita menangkap seperti itu ya," jelasnya.
Saat disinggung mengenai nama Dzulmi Eldin yang dibawa-bawa dalam sidang Isa Ansyari dan Samsul Fitri sebagai pengendali tindak pidana korupsi, penasihat hukum menyatakan itu adalah hak mereka.
"Ya itukan memang hak mereka, itukan kata mereka. Nanti kita buktikan, kan itu masih tuduhan, emang kalau mereka menjawab seperti itu Dzulmi Eldin bersalah? Kan tidak. Dzulmi Eldin juga memiliki hak untuk menyatakan bahwa itu keliru," ujarnya.
Diketahui, Walikota Medan nonaktif T. Dzulmi Eldin, menjalani sidang perdana di Ruang Cakra Utama PN Medan, Kamis (5/3/2020) siang.
Eldin disidangkan terkait kasus suap jabatan dan proyek. Dalam dakwaan jaksa, Eldin disebutkan menerima uang setoran dari sejumlah kadis dan pejabat Eselon II sebesar Rp2,1 miliar.
Jaksa KPK, Iskandar Marwanto menyebutkan, kasus suap Eldin berawal dari kekurangan anggaran kegiatan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi).