Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. PDI Perjuangan disebut akan lebih diuntungkan ketika mengusung kadernya sendiri di Pilkada Medan.
Pengamat Politik, Shohibul Ansor berpendapat, sejak pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung, PDIP memiliki kecendrungan pragmatisme politik, dibuktikan pada pencalonan Rudolf Marzuoka Pardede pada pemilihan gubernur periode 2008-2013 di Sumut, saat itu PDIP memajukan nama Tri Tamtomo. Hasilnya, kalah dibandingkan calon lainnya.
Dia menyebutkan, contoh tersebut bisa menjadi pengalaman bagi PDIP dalam menetapkan calon pada Pemilihan Walikota Medan. Saat ini ada incumbent Akhyar Nasution yang sudah dikenal banyak warga kota merupakan sosok kader tulen PDIP dimulai pada tahun 1995, kemudian Akhyar juga merupakan anak dari Anwar Nasution yang merupakan kader PDIP, dan pernah menjadi pengurus partai.
Menurut Shohibul, sosok Akhyar di partai PDIP sudah banyak yang mengetahui pola kerja maupun loyalitasnya kepada partai, bahkan saat menjadi anggota DPRD Medan periode 1999-2024, Akhyar adalah kader yang memiliki semangat kerja pelayanan kepada masyarakat dan kerja partai yang seimbang.
"Loyalitas kader seperti Akhyar ini lebih menguntungkan bagi partai PDIP, dibandingkan dengan sosok lainnya di luar partai. Kemudian, potensi kemenangan pada Pilwakot juga lebih berpeluang besar karena Akhyar didukung grassroot PDIP dan incumbent," ujarnya, Senin (9/3/2020).
"Khawatirnya bagi PDIP, jika tidak kader menjadi keutaman pencalonan kepala daerah, kerja-kerja partai di tingkat PAC akan menyulitkan PDIP di setiap suksesi pemilihan kepala daerah maupun pemilihan legislatif," katanya,
Dia menambahkan, jika PDIP ingin terus menjaga harmonisasi partai, para elit di PDIP layaknya tak mencederai semangat kerja partai para kader yang sudah lebih banyak memakan debu dan banyaknya keringat yang sudah dikeluarkan.
Shohibul juga berpendapat, PDIP yang merupakan partai kader, semestinya bertindak sesuai dengan keinginan kader dari bawah, yakni kader terbaik yang dicalonkan untuk kursi kepala daerah. Jika sebaliknya, maka PDIP harus benar-benar bersiap tak lagi disebut sebagai partai kader atau partai wong cilik, melainkan partai pragmatis.
"Saya melihat sosok Akhyar di Medan mendapatkan dukungan penuh baik di tingkat PAC PDIP, DPC PDIP Medan hingga DPD Sumut. Suara ini saya yakin kuat, untuk dipertimbangkan DPP PDIP. Namun sebaliknya, jika DPP PDIP memutuskan hal yang bertentangan dengan keinginan kader PDIP di Medan, maka sudah partai PDIP tak lagi bisa disebut partai kader, melainkan partai yang orientasinya pragmatis," ucap dosen di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara itu.
Sekadar mengingatkan selain Akhyar ada sosok menantu Presiden Jokowi yang berniat maju sebagai calon wali kota dari PDIP.