Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Jumlah masyarakat yang kehilangan pekerjaan semakin banyak sebagai imbas dari keputusan pemerintah memberlakukan darurat corona. Secara perlahan, ekonomi pun mulai mengalami gejala kelumpuhan.
Banyak pusat perbelanjaan yang sudah mulai ditutup. Cafe-cafe dan rumah makan juga ditutup atau dibatasi jam operasionalnya, perkantoran ditutup dengan batas waktu yang belum bisa ditentukan, sekolah hingga kampus ditutup, layanan umum masyarakat perlahan mulai berkurang, pabrik banyak yang tutup. Pada intinya aktivitas ekonomi masyarakat mengalami kelumpuhan.
Masyarakat miskin perkotaan jelas akan mengalami pukulan yang bertubi-tubi dari pandemi corona yang melemahkan perekonomian ini.
Jika merujuk pada Sumatra Utara (Sumut), kata pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin, aktivitas ekonomi saat ini sudah mengalami kontraksi 30%. Pantauan ini dilakukan mulai dari pasar tradisional, pusat perbelanjaan modern hingga industri pada umumnya. Paling terkena dampaknya adalah industri perhotelan, pusat perbelanjaan dan perdagangan. Dan yang paling terpukul di sektor ini adalah tenaga kerja informal serta pekerja yang dibayar harian.
"Akan ada tambahan sekitar 35% tenaga kerja informal maupun harian yang kehilangan pekerjaannya. Kalau di Sumut tenaga kerja informal itu jumlahnya 3,8 juta-an, maka ada tambahan 1 juta orang yang kehilangan pendapatan dan butuh pertolongan. Ditambah dengan jumlah orang miskinnya yang sekitar 10% dari total populasi masyarakat Sumut," kata Gunawan, Selasa (31/3/2020).
Ditambahkannya, setidaknya ada sekitar 2,2 juta orang yang membutuhkan bantuan untuk sekadar bertahan hidup. Kalau sekadar bertahan hidup maka yang dibutuhkan itu bahan pangan pokok. Katakanlah 1 orang itu mengkonsumsi beras 0,3 kg/hari, dibutuhkan setidaknya 19.800 ton beras/bulan untuk membantu mereka yang kesulitan ekonomi karena corona.
Jadi Sumut membutuhkan biaya tambahan untuk bantuan beras sekitar Rp 198 miliar setiap bulannya (asumsi 1 kg beras Rp 10.000/kg). Itu belum menghitung kebutuhan lainnya. Seperti lauk pauk, dan listrik. Kalau seandainya setiap orang disubsidi Rp 5.000/hari sebagai uang pengeluaran di luar beras, maka Sumut butuh Rp 330 miliar lagi untuk menolong masyarakat tersebut.
Jadi total Sumut membutuhkan sekitar Rp 528 miliar untuk menutupi kebutuhan pangan masyarakat miskin maupun yang terdampak corona dalam sebulan.
"Nah kalau aktivitas ekonomi masyarakat seperti ini terus berjalan selama corona menyebar, maka kebutuhannya akan terus membengkak. Karena orang yang kehilangan pekerjaan semakin banyak," kata Gunawan.
Dan kalau lockdown yang diambil pemerintah, akan ada tambahan tenaga kerja informal yang kehilangan pekerjaan sebanyak 1,8 juta lagi. Kebutuhan akan mendekati Rp 1 triliun/bulan. Tidak sampai di situ, lockdown juga akan memaksa pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Maka asumsikan 10% masyarakat Sumut mampu bertahan mandiri dari total 12 juta-an jiwa, maka akan ada 10,8 juta jiwa harus siap dihadapi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
Itu masih hitungan dasarnya. Belum berbicara efektifitas dalam pendistribusian bahan kebutuhan pokok maupun bantuan. Belum memperhitungkan besaran anggaran untuk melawan corona.
APBD Sumut sebesar Rp 12 triliun di tahun 2020, kalau semuanya difokuskan untuk penangan corona, maka angkanya akan kurang, dengan asumsi bantuan ini berjalan selama 1 tahun. Tanpa ada anggaran yang produktif, bahkan belanja pegawai juga ditiadakan.
"Untuk itu kita mendorong agar pemerintah daerah dan pusat melakukan perubahan anggaran yang lebih banyak difokuskan untuk menangani corona yang mulai menghantam sendi perekonomian. Selain itu, yang kaya membantu yang miskin. Jangan tamak, karena saat ekonomi tidak berjalan, semua nantinya akan merasakan dampaknya," kata Gunawan.