Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pandemi virus corona (Covid-19) yang terjadi dapat mengancam ketahanan pangan di Sumatra Utara (Sumut). Hal ini disebabkan munculnya virus corona ini dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian yang kemudian berimplikasi terhadap anjloknya produksi hasil pertanian.
Kontribusi sektor pertanian sendiri terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Sumut cukup besar, mencapai 24,81%.
"Adanya wabah corona ini tentu dapat mempengaruhi kontribusi tersebut, terlebih saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan cukup dalam, yakni lebih Rp 16.000 per dolar AS," ujar Dosen Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen Medan, Dr Ir Hotden L Nainggolan MSi, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (1/4/2020).
Hotden mengatakan, mewabahnya virus corona itu akan sangat berpengaruh terhadap proses usaha tani. Apalagi wabah ini belum bisa diprediksi kapan berakhir.
"Dapat dipastikan, wabah ini akan menyebabkan turunnya produktivitas usaha tani tanaman pangan, akibat pengunaan tenaga kerja yang terbatas (berkurang), dengan alasan menjaga kesehatan dan immunitas tubuh serta terkait dengan social dan physical distancing yang mengharuskan bekerja menjaga jarak," ujarnya.
Karena itu, pemerintah daerah melalui instansi terkait perlu memikirkan skenario bagi pengelolaan sektor pertanian, khususnya tanaman pangan di Sumut. Mengingat hampir semua wilayah kabupaten/ kota di Sumut masuk dalam wilayah penyebaran virus Covid -19.
"Perlu ada insentif khusus bagi petani, agar mereka terpacu untuk meningkatkan produktivitasnya , seperti; subsidi nyata atas pupuk dan obat-obatan pertanian, insentif harga, dan bantuan lain yang langsung dapat dirasakan petani itu sendiri," tegasnya.
Hotden mengatakan jika pandemi virus corona berlangsung dalam waktu yang lama, maka inflasi Sumut bakal meningkat, khususnya akibat kenaikan harga produk pangan, akibat berkurangnya pasokan hasil pertanian di pasar lokal atau domestik, di samping terjadinya perlambatan transportasi output hasil pertanian dan akan terkait serta berdampak pada ketahanan pangan wilayah.
"Hal ini tentu akan berdampak pada kondisi ketahanan pangan kabupaten dan kota di Sumatera Utara, yang tidak terlepas dari 3 aspek penting, yaitu ketersediaan pangan, aksesibilitas pangan dan penggunaan pangan ," ujarnya.
Aspek ketersediaan pangan, jelasnya, memiliki dua sisi, yaitu sisi pasokan pangan dan kebutuhan pangan penduduk. Wabah Covid-19 tentu akan mengganggu dari sisi pasokan akibat produksi yang turun dan transportasi hasil petanian yang melambat. Kedua, sisi ketersediaan pangan yang terkait dengan kapasitas produksi dan perdagangan (impor/ekspor) pangan, kemungkinan juga akan terganggu dengan adanya wabah ini, dimana pada saat ini pemerintah fokus pada impor peralatan dan bahan baku yang terkait dengan fasilitas kesehatan, karena sangat mendesak sekarang ini.
"Dari aspek aksesibilitas pangan, juga akan terjadi gangguan. Jika wabah COVID-19 tidak segera berakhir, maka diprediksi berpengaruh pada jumlah dan kualitas pangan yang dikonsumsi setiap masyarakat, dari sebelumnya makan 3x satu hari, mungkin hanya akan 2x satu hari, akibat keterbatasan pangan dan perubahan perilaku dan selera makan masyarakat, artinya dari sisi aksessibilitas akan terdapat gangguan," tuturnya.
Hotden mengatakan, aspek penggunaan pangan juga akan terganggu jika wabah ini tidak segera berakhir. Masyarakat sadar bahwa mengkonsumsi pangan yang higienis , dan mengandung gizi sangat dibutuhkan dalam rangka menjaga stamina tubuh dan meningkatkan immunitas ditengah-tengah mewabahnya virus Corona ini.
"Namun akibat ketersediaan dan aksesibilitas pangan yang terganggu, maka kebutuhan untuk penggunaan pangan yang sesuai dengan kebutuhan turut terganggu," ujarnya.
Hotden meminta pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota untuk mempersiapkan beberapa hal dalam menghadapi pandemi ini.
"Pemerintah di Sumut dan instansi terkait lainnya, sudah harus mempersiapkan diri untuk menyediakan pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan masyarakat; menciptakan perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab dengan mewaspadai terjadinya penimbunan bahan pangan; mewujudkan tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan keyakinan masyarakat, tentu hal ini sesuai dengan amanat UU No. 7 Tahun 1996 terkait dengan pangan," ujar Hotden.