Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Sibolga. DPRD Sibolga menggelar public hearing dalam rangka percepatan penanganan COVID-19, di ruang paripurna gedung DPRD Sibolga, Senin (20/4/2020). Pertemuannya seru dan interaktif, diwarnai banyak pertanyaan dan masukan untuk Pemkot dan juga Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Sibolga.
Acaranya dipimpin Ketua DPRD Sibolga, Akhmad Syukri Nazry Penarik, dan Wakil Ketua, Jamil Zeb Tumori, dihadiri sejumlah anggota DPRD, perwakilan TNI-Polri, pimpinan OPD Pemkot Sibolga, tokoh masyarakat, tokoh agama, Perguruan Tinggi, LSM, dan undangan lainnya.
Pada satu momen, Sekretaris Forum Komunikasi Purnabhakti DPRD Kota Sibolga (FKPD), Hendra Sahputra, meminta agar pemerintah melakukan rapid test terhadap masyarakat yang datang ke kota Sibolga, khususnya dari daerah zona merah. Hal ini untuk meminimalisir penyebaran COVID-19.
Menurut dia, rapid test sudah dilaksanakan di beberapa provinsi dan juga di daerah Sumatra Utara. Terbukti, hasilnya dapat membantu dalam mendeteksi dini dari kemungkinan penyebaran COVID-19.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Sibolga, Firmansyah Hulu mengungkapkan, penggunaan rapid test kepada warga, hasilnya dinilai tidak akurat untuk mendeteksi penularan virus corona atau COVID-19.
Menurut dia, di Indonesia ada dua jenis rapid test yang digunakan untuk mendeteksi virus corona, yaitu rapid test serologi (antibodi) dan Polymerase Chain Reaction (PCR), dan kebanyakan yang dipakai adalah rapid test serologi.
Rapid test serologi ini memiliki kelemahan, karena bisa jadi hasil test tidak menunjukkan yang sebenarnya. Bisa negatif palsu atau negatif asli. Sebaliknya, jika hasilnya positif, bisa benar positif atau positif palsu.
Ketika hasil rapid test dinyatakan positif, bisa iya, bisa juga tidak. Karena ada kesimpulan awal dengan test yang positif ini, di dalam tubuh seseorang itu telah terbentuk antibodi.
“Artinya, tubuhnya sudah terinveksi virus, apakah itu virus corona? bisa jadi, dan positif hasil reaksi silang dari virus yang lain itu juga bisa jadi. Sehingga hasilnya, bisa positif palsu atau true positif,” ungkap Firmansyah hulu.
Maka, mereka yang positif setelah rapid test harus dilakukan test PCR, itulah yang bisa memastikan seseorang itu positif atau tidak. Jadi, rapid test ini hanya dilakukan kepada warga yang dinyatakan PDP.
“Rapid test ini hanya ditujukan, dianjurkan dan direkomendasikan kepada mereka yang berstatus PDP. Makanya kami tidak lakukan rapid test sembarangan. Jika dilakukan, sama artinya kita membuang garam ke laut, sia-sia dan tidak memberikan hasil,” tutur Firmansyah.
Kepada wartawan, Hendra Sahputra mengaku sangat menyayangkan penjelasan dari Kadis Kesehatan Kota Sibolga karena menyebut rapid test tidak penting dilakukan terhadap warga.
“Pemko Sibolga terkesan kurang perduli terhadap keselamatan nyawa orang. Padahal di beberapa daerah lain, rapid test sangat membantu pencegahan penyebaran covid 19,” kata Hendra.