Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai terjadi tumpang tindih tata kelola antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penanganan wabah Corona (COVID-19). Komnas HAM bahkan melihat ketidakharmonisan yang ditunjukkan para pemangku kebijakan di depan publik.
"Tata kelolanya sekarang ini kita lihat ada BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) atau Gugus Tugas Keppres Nomor 2, di sisi lain ada Kementerian Kesehatan ada kementerian daerah, kami masih melihat berbagai kesempatan terjadi tumpang tindih, terjadi ketidakharmonisan," kata Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik, dalam video konferensi, Selasa (21/4/2020).
Taufan mengatakan tata kelola harus segera diselaraskan dan diperbaiki dengan baik. Jika tidak dilakukan, negara akan kehilangan perannya dalam merealisasikan perlindungan dan pemenuhan HAM secara progresif.
"Karena itu tata kelola harus diperbaiki. Kalau tata kelola tidak bisa diperbaiki sehingga menjadi lebih baik, maka kemampuan negara dalam menjamin melindungi dan memenuhi hak-hak asasi warga tadi yang ada di Indonesia maupun di luar itu tidak bisa maksimum dalam perspektif HAM yang disebut sebagai kewajiban untuk merealisasikan secara progresif, tidak akan mampu untuk itu," ujarnya.
Taufan menilai pemerintah hanya fokus memberikan perhatian ekonomi kepada mereka yang terdampak pemberlakuan PSBB. Padahal, lanjutnya, daerah di luar PSBB tak luput dari ancaman ekonomi.
"Karena itu kami juga sebenarnya mengatakan dampak ekonomi itu tidak hanya di daerah yang dilakukan PSBB, tapi juga di daerah yang belum dilakukan PSBB pun sebetulnya secara sistemik terjadi dampak ekonomi," tuturnya.
Perhatian pemerintah dalam hal ekonomi yang tidak merata, menurutnya juga berpotensi memunculkan tindakan kriminalitas. Bahkan, katanya, ada yang sudah menjadi gelandangan karena tak sanggup membayar sewa kontrakan.
"Saya melihat di berita, ada orang karena kehilangan kerjaan melakukan tindakan anarkis, apakah kriminalitas yang lain-lain termasuk mulai ada banyak warga yang menjadi gelandangan secara temporer karena kehilangan tempat tinggal tidak mampu membayar kontrakan," imbuhnya.
Untuk itu, kata Ahmad, ia tak setuju jika pemerintah menggunakan kata 'bantuan sosial' bagi warganya. Ahmad menilai negara memang seharusnya hadir untuk memenuhi hak sosial ekonomi secara merata di tengah wabah.
"Karena itu kemampuan negara secara maksimal harus ditunjukkan dalam rangka memenuhi hak sosial ekonomi mereka. Saya sebenarnya tidak terlalu suka dengan kata bantuan. Karena bantuan itu seolah negara tidak tanggung jawab hanya keprihatinan padahal sebetulnya ini adalah kewajiban," katanya.
Lebih lanjut, Taufan berharap tidak terjadi lagi penambahan jumlah kasus terinfeksi Corona. Dia mengatakan pemerintah harus menjamin hak hidup dan hak keselamatan.
"Kita tidak mau ada lagi penambahan jumlah yang besar lagi. Ini adalah hak kesehatan dan lebih jauh adalah hak atas hidup dimana, negara dalam perspektif konstitusi HAM at all cost. Dengan segala upaya yang dimiliki, potensi yang dimiliki harus bisa melindungi segenap warga negara baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di luar," tuturnya.
"Negara sebagai penanggung jawab seluruh kehidupan masyarakat berkewajiban karena itu apa yang diberikan kepada masyarakat meskipun selama ini disebut istilahnya 'bansos' sekali lagi tanggung jawab negara semaksimal mungkin harus memenuhi kehidupan bagaimanapun dia berada, tidak hanya negara yang sudah diberlakukan PSBB karena itu bantuan sembako harus diberikan ke seluruh masyarakat terutama yang mengalami dampak," sambungnya.(dtc)