Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
New York Times menerbitkan artikel menarik berjudul “95 Environmental Rules Being Rolled Back Under Trump” (terakhir diperbarui tanggal 21 Desember 2019). Isi artikel tersebut menjelaskan mengenai peraturan lingkungan hidup yang dilemahkan atau dalam proses pelemahan oleh Donald Trump dan administrasinya dengan dukungan anggota Kongres dari Partai Republik. Artikel New York Times tersebut mengklasifikasikan 95 permasalahan lingkungan hidup di atas menjadi 7 bagian, antara lain bagian polusi udara dan emisi serta bagian polusi air.
Artikel New York Times tersebut dibuat berdasarkan berbagai sumber. Sumber tersebut antara lain berasal dari Environmental & Energy Law Program dari Harvard Law School dan Sabin Center for Climate Change Law dari Columbia Law School. Platform milik Harvard Law School dinamakan EELP Regulatory Rollback Tracker dan kepunyaan Columbia Law School diberi nama The Climate Deregulation Tracker. Platform tersebut bersifat dinamis, data terakhir dari EELP Regulatory Rollback Tracker diperbarui pada tanggal 30 April 2020 (eelp.law.harvard.edu/regulatory-rollback-tracker) dan data terakhir dari The Climate Deregulation Tracker diperbarui pada tanggal 31 Maret 2020 (climate.law.columbia.edu/climate-deregulation-tracker). Dari segi jumlah data, The Climate Deregulation Tracker mengungguli EELP Regulatory Rollback Tracker.
Produk jurnalisme pemantauan New York Times dan pembuatan platform pemantauan yang dilakukan oleh Harvard Law School dan Columbia Law School merupakan suatu hal yang penting dan layak mendapatkan apresiasi. Melalui artikel dan platform ini publik dapat mengetahui apa saja yang sudah dilemahkan dan yang akan dilemahkan oleh Administrasi Trump dan Kongres. Kita dapat dan perlu belajar kepada New York Times, Harvard Law School, dan Columbia Law School dalam konteks pengawasan produk hukum dan kebijakan yang berdampak pada lingkungan hidup, khususnya pada perubahan iklim. Hasil pembelajaran ini tentunya perlu disesuaikan dan dikembangkan dengan konteks Indonesia.
Kontra Iklim di Indonesia
Persoalan dasar perlu segera dibereskan oleh pemerintah pusat. Saya pernah menulis buku (monograf) berjudul “The Proposed Forms of Content for an Online Indonesian Law Database” yang salah satu poinnya menyampaikan Indonesia belum memiliki database hukum berbasis daring yang cukup baik. Sampai saat ini pun kondisi tidak banyak berubah. Pengawasan terhadap produk hukum dan kebijakan yang bertentangan dengan penanganan perubahan iklim tidak akan maksimal jika data produk hukum dan kebijakan tidak dapat diakses dengan mudah oleh publik.
Sektor nonpemerintah di Indonesia dapat berperan seperti apa yang telah dilakukan oleh New York Times, Harvard Law School, dan Columbia Law School. Selain itu, apa yang telah dikerjakan oleh The Guardian juga menarik untuk menjadi inspirasi. Pada bulan Oktober 2019 lalu Pemimpin Redaksi The Guardian, Katharine Viner, menulis artikel berjudul “Today We Pledge to Give the Climate Crisis the Attention It Demands”. Artikel ini menyatakan antara lain komitmen The Guardian memberitakan krisis iklim dengan tetap menjaga independensi The Guardian.
Di tingkat dunia, terdapat gerakan bernama Covering Climate Now yang didukung ratusan media massa di mana mereka berkomitmen meliput permasalahan perubahan iklim (coveringclimatenow.org). Dalam konteks Indonesia, pemberitaan perubahan iklim oleh media massa nasional dan lokal khususnya dalam membahas mengenai produk hukum dan kebijakan terkait perubahan iklim akan membuat masyarakat umum lebih mudah mencerna persoalan yang ada.
Perguruan tinggi di Indonesia juga perlu terlibat. Perguruan tinggi di Indonesia dapat berkolaborasi dalam mengembangkan platform pengawasan mengenai apa yang akan dan yang telah diubah terkait produk hukum dan kebijakan yang memberikan pengaruh terhadap penanganan perubahan iklim di Indonesia. Solusi konkret dari akademisi diperlukan agar gotong royong dalam menghadapi perubahan iklim semakin kuat. Bidang keilmuan yang terlibat tidak terbatas pada ilmu hukum saja. Bidang keilmuan lain dapat juga terlibat dalam kolaborasi ini. Para praktisi juga diharapkan dapat terlibat untuk memperkaya kekuatan kolaborasi ini.
Kita akan banyak terbantu apabila negara lebih serius dan terbuka dalam menanggapi persoalan perubahan iklim di Indonesia. Secara lebih serius, misalnya negara semestinya membuat platform daring yang dapat diakses dengan mudah oleh publik mengenai rencana revisi dan perubahan yang telah terjadi pada produk hukum dan kebijakan yang berdampak pada perubahan iklim.
Secara lebih terbuka, misalnya negara juga harus berani memberikan jawaban secara ilmiah mengenai alasan kenapa rencana dan perubahan terhadap produk hukum dan kebijakan tersebut dilakukan. Dampak perubahan iklim dari rencana dan perubahan yang dilakukan juga sebaiknya dijelaskan. Penyampaian dalam platform tersebut juga perlu dilakukan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Platform milik negara ini dapat dikelola dan dikoordinir oleh pemerintah pusat.
Dengan pengawasan dan keterbukaan informasi yang lebih ketat, diharapkan pemerintah dan semua pihak yang terlibat dalam pembentukan produk hukum dan kebijakan yang berdampak pada perubahan iklim akan meningkatkan kehati-hatiannya dalam bertindak.
===
Penulis adalah Dosen International Climate Change Law President University.
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPG) dan data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan). Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]