Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Hampir tiada satu pun negara di dunia ini yang tidak disinggahi corona virus disease (covid-19). Mulai dari negara yang paling kaya, super power, hingga negara kere, covid-19 menjadi hantu yang menakutkan. Negara yang mengklaim sangat religius pun hingga negara sekuler, sama-sama beperang melawan virus yang telah merenggut puluhan ribu nyawa manusia. Pendek kata, virus corona ini tidak mengenal batas negara, status sosial, agama, ras/ suku, dan pangkat/jabatan. Ketika abai akan keganasannya, hanya ada dua pilihan: hidup atau mati.
Ketika virus ini mewabah di Wuhan, Cina, sejak Desember 2019, pemerintah dan masyarakat Indonesia larut dalam silang pendapat yang tidak bersentuhan dengan upaya pencegahan. Alhasil, virus ini melanglang buana di hampir seantero nusantara. Setelah puluhan korban meninggal serta ratusan yang terkonfirmasi positif terpapar, barulah pemerintah melakukan berbagai upaya, terakhir pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa daerah.
Bertemali dengan pandemi covid-19, salah satu pranata yang merasakan dampaknya, selain pranata lainnya, di seluruh Indonesia adalah satuan pendidikan (PAUD – PT). Belajar di/dari rumah (learn from home) menjadi kata populer dalam dunia pendidikan. Sampai saat ini, sejumlah orang tua termasuk peserta didik berkesah dengan system pembelajaran daring (online).Mulai dari ketiadaan perangkat pendukung, kehabisan data paket internet, jaringan lelet, membosankan, hingga tugas-tugas yang cukup menyita waktu dan tenaga, khususnya peserta didik. Singkatnya, orang tua dan peserta didik berharap virus corona ini segera berlalu dari bumi Indonesia agar pembelajaran dan kegiatalan kembali berjalan normal.
Kembalinya Roh Pendidikan
Pertanyaan yang perlu dicari jawabannya adalah, ”Pembelajaran apa yang dapat dipetik dari pandemi covid-19 ini dalam konteks pendidikan di Indonesia?” Hal ini sejalan dengan tema Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) Tahun 2020, yakni ”Belajar dari Covid-19.”
Terlepas dari sejumlah kritikan dan keluhan terkait program Kemendikbud belajar dari rumah selama wabah virus corona ini , setidaknya kita dapat belajar satu hal yang paling esensial, yaitu kembalinya roh pendidikan di tengah keluarga. Ada beberapa fenomena nyata yang mendukung pernyataan ini. Pertama, selama pembelajaran daring, anak-anak berada di samping orang tua (keluarga). Apabila pembelajaran dilaksanakan dengan aplikasizoom, jitsi, google meeting, microsoft teams, dan aplikasi sejenis, orang tua pasti mendengar paparan guru/dosen terkait materi pelajaran. Topik pembelajaran yang disampaikan guru/dosen, kemungkinan biasa saja bagi orang tua. Namun, proses pembelajaran ini dapat member informasi kepada orang tua/ keluarga bahwa tenaga pendidik memiliki kepedulian –terlepas dari tugas dan tanggung jawab para pendidik- untuk meningkatkan potensi anak-anaknya. Hal ini dapat dimaknai bahwa mendidik (baca: mengajar) anak bukanlah pekerjaan yang mudah. Setiap pendidik memerlukan kesabaran, ketekunan, dan ketulusan. Jadi, belajar dari rumah mengingatkan orang tua tentang peran keluarga sebagai pilar utama dan terutama dalam membelajarkan anak-anak.
Kedua, merujuk pada kata sekolah (Latin: skhole, scola, scolaeatauskhola) yang artinya waktu luang atau waktu senggang. Kala itu sekolah dimaknai sebagai kegiatan pada waktu luang bagi anak-anak di tengah-tengah kegiatan utama mereka, yaitu bermain dan menghabiskan waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. Kegiatan yang dilakukan pada waktu senggang (sekolah) itu biasanya belajar membaca, menulis, dan berhitung. Pada zaman Yunani Kuno terkenal kaum Sofia dan Stoic sebagai pelaku utama kegiatan tersebut. Para pengajar ini mendatangi rumah-rumah penduduk untuk mengajar anak-anak, terutama menuturkan cerita (sastra) klasik yang berintikan kebijaksanaan. Inilah cikal bakal pelembagaan pendidikan menjadi persekolahan (periksa Wahab, 1990).
Paparan di atas memberi informasi kepada kita bahwa pada mulanya anak-anak tinggal di rumah bersama orang tua. Para pengajar datang bergantian ke rumah untuk mengajar setelah usai bermain atau melakukan kegiatan yang menjadikan mereka senang. Bukankah hal yang pernah dirasakan oleh anak-anak beberapa puluh abad yang lalu terulang di tengah wabah virus corona saat ini?
Anak-anak di seluruh dunia, termasuk di Indonesia merasakan esensi sekolah (baca: pendidikan) yang sesungguhnya. Mereka memiliki waktu bermain bersama keluarga, terutama orang tua dan saudara-saudaranya. Anak-anak juga mempunyai kesempatan untuk bercengkerama dengan ayah dan ibunya. Keluarga menjadi tempat belajar dan bermain. Covid-19 mengembalikan spirit pendidikan pada lokus sesungguhnya, yakni keluarga.
Ketiga, apabila kita merujuk pada pengertian pendidikan di Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yakni usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilik ikekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (pasal 1, ayat 1). Pengertian ini mengingatkan kita esensi utama pendidikan. Tiada lain member ruang kepada anak-anak agar belajar dalam suasana senang (joyfull) dengan fokus utama pada kompetensi spiritual, sosial, kepribadian, emosional, dan kecerdasan/ keterampilan. Saat ini sekolah (baca: satuan pendidikan) sering menomorduakan kompetensi dasar tersebut dan lebih mengedepankan pengetahuan dan keterampilan. Lebih-lebih lagi dengan era revolusi industri 4.0 yang selalu mengagungkan STEM (science, technology, engineering, mathematic). Pendidikan tidak menegasi pengetahuan dan keterampilan. Persoalan yang dihadapi adalah menjadikannya sebagai primadona.
Kini, saat pandemi covid-19, keluarga dituntut untuk membangkitkan roh utama pendidikan yaitu kompetensi spiritual, kepribadian, dan sosial/budaya. Bukankah yang mampu memutus rantai penyebaran covid-19 adalah kompetensi kepribadian, di antaranya kedisiplinan: cuci tangan, pakai masker, tetap di rumah, olaraga, dan gizi sehat?
Keluargalah yang mampu mendidikkan hal sederhana ini. Pandemi covid-19 mengembalikan peran keluarga sebagai pendidik utama dan terutama. Moga-moga keluarga selalu peduli pada esensi pendidikan pasca-pandemi virus corona ini.
Selamat memperingati Hardiknas Tahun 2020. Semoga bangsa Indonesia mampu melewati krisis kesehatan yang telah meluluhlantakan berbagai ranah kehidupan.
===
Penulis dosen LLDikti Wilayah I Sumut DPK pada Universitas Prima Indonesia.
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya, pendidikan dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]