Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Harga minyak melonjak pada perdagangan Selasa (12/5/2020) ini setelah Arab Saudi mengumumkan akan segera memangkas produksi minyaknya. Rencananya, mulai 1 Juni mendatang, Arab Saudi akan menurunkan produksi minyaknya dengan tambahan 1 juta barel per hari sebagai upaya mendukung pasar minyak global.
Hal ini membuat total potongan produksi minyak Arab Saudi sekitar 4,8 juta barel per hari atau turun hampir 40% dari produksi April. Sehingga, produksi untuk Juni mendatang akan menjadi 7,492 juta barel saja per hari.
Untuk diketahui, saat ini harga Brent LCOc1 berjangka tercatat naik ke level tertinggi US$ 30,11 per barel atau naik 0,8% setara 24 sen dari posisi sebelumnya US$ 29,87. Nilai tersebut membalikkan beberapa kerugian yang terjadi sebelumnya. Sedangkan, harga benchmark turun $ 1,34.
Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS CLc1 berjangka juga naik 1,6% atau diperdagangkan 38 sen menjadi US$ 24,52.
"Pengurangan produksi minyak Arab Saudi ini memberikan optik yang sangat baik dalam mendorong anggota OPEC+ lainnya untuk mematuhi dan bahkan menawarkan pemotongan sukarela tambahan yang akan mempercepat tindakan penyeimbangan kembali pasar minyak global," ujar Kepala Strategi Pasar Global dari AxiCorp dikutip dari Reuters, Selasa (12/5/2020).
Selain Arab Saudi, negara anggota OPEC+ lainnya yakni Uni Emirat Arab dan Kuwait sebelumnya telah berkomitmen untuk memangkas produksi minyaknya hingga 180.000 barel per hari secara total.
Selain dipicu oleh upaya memangkas produksi minyak tersebut, harga minyak dunia naik juga didukung dengan upaya pemulihan ekonomi yang kini mulai diterapkan di beberapa negara dengan melonggarkan pembatasan sosial mereka. Hal itu kembali meningkatkan secara bertahap permintaan akan bahan bakar dan sinyal ini diprediksi akan mengurangi tekanan pada kapasitas penyimpanan minyak mentah.
Namun, di sisi lain kekhawatiran akan gelombang kedua pandemi Corona juga muncul, membuat prediksi itu lemah.
"Jika kita melihat gelombang kedua itu, maka akan kembali mengurangi permintaan dan menurunkan harga," kata Ekonom Pertambangan dan Energi dari Commonwealth Bank Vivek Dhar.(dtf)