Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Taput. Pandemi corona membuat pasangan Alek Rummel Hutabarat (32) dan Yuliana (24) tidak bisa melangsungkan pernikahan secara normal mengucapkan janji nikah di gereja, sekaligus melaksanakan adat. Larangan melakukan kegiatan keramaian pada masa pandemi corona salah satu penyebabnya. Namun karena kebelet menikah, terpaksalah pasangan muda ini rela menjalankan ritual perkawinan secara "pasu-pasu raja" (perkawinan yang diakui dalam adat tetapi tidak sah dalam aturan agama dan hukum negara) pada 14 Mei 2020.
Pernikahan keduanya juag dilakukan di ruang karantina, di salah satu ruangan sekolah dasar (SD) di Dusun Hutabarat, Desa Pantis, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), Sumatra Utara. Sekitar 11 hari yang lalu pasangan ini dikarantina, karena keduanya datang dari Provinsi Jambi, salah satu daerah zona merah penyebaran virus corona. Mereka datang ke Dusun Hutabarat pulang kampung, sekaligus merencanakan pernikahan.
Kedua pasangan ini tiba dari Jambi ke di Desa Pantis tanggal 9 Mei 2020. Mereka pun berencana menetap di sana. Orang tua Rommel bernama tinggal di Desa Pantis, berjarak 19 kilometer dari Kota Tarutung, ibu kota Taput. Jalur masuk ke desa ini dari jalan nasional Sipirok, tepatnya dari Peanonor, dengan jarak 1,7 kilometer.
"Tanggal 9 Mei lalu kami tiba di Pahae dengan tujuan untuk menikah dan rencana kami akan menetap di sini. Sebelumnya niat saya ini sudah saya sampaikan sama ibu," ucap Alek Rummel Hutabarat kepada medanbisnisdaily.com, Rabu sore (19/5/2020).
Pria jangkung berkacamata ini mengatakan, seharusnya acara pernikahan mereka akan dilangsungkan di gereja dan mengadakan pesta adat dengan mengundang kerabat. "Tetapi karena tidak bisa melangsungkan pemberkatan di gereja sesuai aturan Covid-19, kami harus ikut aturan pemerintah desa," kata Rommel.
Menurut penuturan pihak pemerintahan desa, sore tanggal 9 Mei 2020, pasangan ini tiba di Pantis. Setelah diperiksa petugas medis, mereka sebenarnya tidak terpapar covid -19.
"Tetapi karena mereka datang dari zona merah dan kita tanyai sejumlah kota yang mereka singgahi di perjalanan, kedua pasangan ini harus kita karantina selama 14 hari di ruangan sekolah ini, " kata Kepala Urusan Umum Desa Pantis, Moses Hutabarat, mewakili kepala desa yang hari itu mengikuti rapat di Kantor Camat Pahae Julu, di Kota Onan Hasang.
"Di ruang karantina ini, mereka tetap diawasi petugas desa dan dikontrol petugas medis," jelas Moses.
Sebenarnya, sambung Moses, bersama mereka, ada juga sekitar 5 orang dikarantina di sekolah itu. Tetapi sudah keluar, setelah masa karantina 14 hari selesai dijalani.
Pasus Pasu Raja
Lantas dengan karantina di satu lokasi, para tetua di kampung bersama kepala desa pun berembug untuk menikahkan pasangan ini dengan sistem "pasu-pasu raja", semacam persetujuan pernikahan yang dilakukan tetua marga dan tokoh adat di kampung tersebut, tanpa melalui pemberkatan di gereja atau sejenisnya. Dan biasanya, tradisi kearifan lokal dengan sistem 'pasu raja raja ' ini ditempuh terhadap pasangan yang mau menikah ketika terjadi masalah atau kejanggalan.
Pihak pemerintahan desa pun menjelaskan, dalam peresmian pernikahan di tengah covid-19 itu dihadiri perwakilan dari keluarga sebanyak 10 orang, kepala desa, perangkat 3 orang, Babinsa (TNI-AD) 2 orang, dan petugas medis 2 orang.
"Kami melakukanya dengan tetap menjaga physical distancing dan social distancing, mengikuti anjuran pemerintah. Acara pemberkatan dengan 'pasu-pasu raja' berjalan hanya dalam 20 menit. Pengantin berpakaian biasa saja," terang Moses Hutabarat.
Dilaporkan, pengesahan pasangan memjadi suami isteri disahkan dan disaksikan tetua marga atau tokoh adat Desa Pantis. Apa alasanya sehingga pihak desa mengambil langkah ini?
"Iya, jadi masalahnya mereka ini kan sudah dirajut cinta dan kasih sesuai pengakuan mereka. Dan setelah kita tanya tujuanya, ternyata berencana melangsungkan pernikahan di desa ini. Dan ketika mereka kita karantina, tentu kita menjaga anggapan dari masyarakat umum, mereka telah kumpul kebo. Memang sebelumnya mereka kita karantina di ruangan berbeda, tetapi setelah disahkan menjadi pasangan suami- istrri, mereka kita karantina dalam satu ruangan,"terang Moses Hutabarat.
Dilaporkan, sesuai jadwal karantina yang ditetapkan 14 hari, pasangan Rummel dan Yuliana pun akan dikeluarkan 3 hari lagi, tepatnya tanggal 23 Mei mendatang. Mereka masuk karantina masuk tanggal 9 Mei 2020.
Lantas apa yang dirasakan mereka di tempat karantina itu? Rummel dan Yuli terlihat tidak merasa terbebani dengan keputusan itu.
"Habis karantina ini, kami akan beraktifitas kembali. Mungkin inilah yang harus kami jalani. Dan saya yakin, Tuhan akan menunjukkan jalan yang terbaik bagi keluarga kami ke depan,"ucap Rummel.
Ia mengatakan, selepas karantina ia bersama isterinya akan segera beraktifitas dengan menggarap sawah milik orang tuanya. "Di Jambi pun saya bekerja di kebun sawit. Jika Tuhan mengizinkan, dan kami dapat berkat dana rejeki, kami akan mengadakan pesta pernikahan, mengundang kerabat dan masyarakat kampung," kata Rommel.
Ia pun tidak merasa keberatan ketika aturan desa mengharuskam mereka dikarantina dan dinikahkan di ruang isolasi. "Yah mau bilang apa lagi, mungkin inilah jalan terbaik. Kita juga mendukung aturan ini, untuk menghentikan penularan, kiranya Taput segera terbebas dari corona," tukasnya.