Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Prof Ni'matul Huda, guru besar Fakutas Hukum Uniiversitas Islam Indonesia (FH UII) Yogyakarta itu mungkin takut. Dia teleponi Dekan FH UII Abdul Jamil. Padahal masih sekitar subuh, Jumat, 29 Mei. Ni’ma bercerita merasa terancam dengan kedatangan sejumlah orang tak dikenal (OTK) yang menggedor-gedor rumahnya.
Tak ayal, Jamil menyarankan Ni'ma untuk tidak membuka pintu. Kemudian beberapa rekan dosen dan mahasiswa UII datang ke rumah Ni'ma untuk berjaga-jaga.
Inilah buntut kisah sebuah seminar yang batal dilakukan di FH Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, 29 Mei lalu. Pelaksana kegiatan diskusi mahasiswa (CLS) FH UGM itu juga diterpa teror akan dibunuh oleh OTK.
Dekan FH UGM Prof Sigit Riyanto kepada pers menjelaskan teror mulai berdatangan kepada nama-nama yang tercantum di dalam poster kegiatan, pembicara, moderator, serta narahubung. Ada yang berupa teks ancaman pembunuhan, telepon, hingga beberapa orang yang mendatangi rumah mereka.
Tak pelak, FH UII (akan) melaporkan teror yang dilakukan oleh oknum yang sudah diketahui namanya. Peneror itu menuduh Ni’ma sebagai melakukan makar dengan tema yang akan disampaikan dalam semnar.
“Nah, oknum itu yang kita laporkan sebagai bentuk dari fitnah tadi," kata Dekan FH UII Abdul Jamil di ruang sidang UII Jalan Cik Di Tiro, Yogyakarta, , Sabtu (30/5/2020).
Memang, seperti dinilai oleh Menko Polhukam Mahfud MD, biang kekisruhan ini karena salah paham hingga menimbulkan kekisruhan.
"Webinar tentang 'Pemberhentian Presiden' yang batal di UGM sebenarnya mau bilang bahwa Presiden tak bisa dijatuhkan hanya karena kebijakan terkait Covid. Tapi ada yang salah paham karena belum baca TOR dan hanya baca judul hingga kisruh," kata Mahfud MD dalam akun Twitter resminya, Minggu (31/5/2020).
Webinar adalah singkatan dar web seminar. Yakni, seminar yang dilakukan melalui situs web atau aplikasi berbasis internet.
Klop dengan komentar Jamil. "Bagaimana dituduh bahwa acara itu adalah makar. Apakah hanya sekadar judul tulisan isinya apakah sama atau tidak kan tidak bisa di-judge akan melakukan makar," lanjutnya
Padahal, di perkuliahan mahasiswa S1 saja dalam mata kuliah Hukum Tata Negara biasa diajar tentang konstitusi. Di dalam undang-undang memang diatur bagaimana tentang pemakzulan presiden dan sebagainya.
Mahfud Md telah memerintahkan aparat untuk mengusut. "Demi demokrasi dan hukum saya sudah minta Polri agar mengusut peneror panitia dan narasumber,” sebut Mahfud MD.
Kepolisian pun pun oke. "Polri siap mengusut teror yang dialami oleh Mahasiswa UGM yang menjadi panitia diskusi apabila ada yang dirugikan," ujar Kadiv Humas Irjen Argo Yuwono dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/5/2020).
Eh, nama Muhammadiyah Klaten ternyata telah dicatut dalam pesan ancaman yang dikirim kepada pihak yang terkait dengan diskusi mahasiswa tersebut. Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas pun angkat suara.
"Jadi dengan membawa nama Muhammadiyah Klaten itu cara-cara PAUD yang menunjukkan kerja ecek-ecek,” kata Busyro kepada wartawan di Kampus UII Jalan Cik Di Tiro, Yogyakarta, Sabtu (30/5/2020).
Muhammadiyah, kata dia, sangat menghargai dunia akademik. "Ini gejala praktik ala orde baru diulang lagi. Dan, itu sideback secara kultural. Pembunuhan pada demokrasi dan penghinaan kepada dunia kampus khususnya akademisi," kata Busyro.
Ketika bangsa ini serius mengadapi serbuan Covid-19, peristiwa di Yogya ini mencoreng wajah demokrasi. Apalagi beberapa hari lalu, jurnalis detik.com pun diancam bunuh oleh OTK gara-gara berita, meski sudah dikoreksi. Bahkan mengunggah jejak digital penulis di media sosial untuk mencari-cari kesalahannya.