Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Karena merasa perut telah lapar hebat, Heikal memutuskan untuk tidak
panjang-panjang berdoa. Begitu mengucap salam sebagai tanda akhir sholat
Jum’atnya Heikal langsung tancap gas. Kretanya meliuk-liuk ingin segera
sampai di rumah.
Begitulah jika perut lapar. Tidak perduli apapun.
Ngebut terus ngebut, mengambil jalan pintas, Tepat di depan kantor Kepala Desa, serombongan ibu-ibu yang sebagian berpakaian seragam, tiba-tiba malah seperti menutup jalan. Seorang ibu yang gemuk bahkan menyetop Heikal. Ibu itu isteri Kepala Desa yang sangat dikenalnya. Karena dulu ketika kampanye Pilkadles, Heikal ikut menjadi tim sukses Pak Kades. Sehingga Pak Kades juga isterinya tentu dekat dan sangat hafal kepadanya.
“ Astaga buk...ma’af....” pekik Heikal tersendat menahan emosi, sambil menginjak rem kretanya kuat-kuat. Ibu gemuk isteri Pak Kades itu malah tersenyum sambil :
“ Pak Heikal, bisa minta tolong ?” katanya lembut dan santun.
“ Ya Buk, siap....”
“ Tolong ini, Bu Lilis dibonceng, rumahnya kan dekat toh, kasihan dia, jari kakinya pecah berdarah... tolong ya pak. “ Heikal melirik kaki bu Lilis, seorang janda muda – tetangganya - yang diabetesi. Hati kecil Heikal menjerit. Heikal ingat Sartika, isterinya, pernah mencemburuinya. Bu Lilis yang beranak 3 itu, ditinggal suaminya yang wafat karena kecelakaan. Walau telah beranak 3, tapi bu Lilis masih cantik. Ya ampun.... Ya Tuhan... Mati aku !! Gerundel Heikal dalam hati. Heikal tak kuasa menolak permintaan isteri Pak Kades.
Ketika bu Lilis perlahan-lahan naik ke boncengan, tangannya mencengkeram baju koko Heikal. Dan Heikal merasa ada yang menyengat ingatannya. Ya Tuhan, bagaimana pula jika nanti Sartika, isterinya sampai tahu ? Kiamatlah aku ! Jerit hati kecilnya. Ada keinginan memaki, tapi tak terkatakan. Menyesak.
“ Nggak usah ngebut ya pak...” pinta Bu Lilis dimerdu-merdukan. Karena ada rasa tak karuan yang hebat berkecamuk di dadanya, Heikal diam saja. Dan ketika sampai dekat rumahnya, Bu Lilis sambil turun mengucapkan terima kasihnya tersenyum manis. Heikal tak perduli sedikitpun terhadap bonus senyum manis itu.
Begitu sampai depan rumahnya, Heikal heran pintu rumahya tertutup. Kemana Sartika ? Padahal biasanya di bawah keset kaki depan pintu itulah tempat menaruh kunci. Begitu yang telah jadi kesepakatan bersama. Mungkin isterinya pergi dekat-dekat saja. Batinnya.
Setelah antara lama menunggu, dari jauh, tampak isterinya lari-lari kecil sambil tersenyum menenteng belanjaan. Heikal yang tengah gondok hatinya tak merespon kedatangannya.
“ Ma’af ya... beli krupuk di kedai Tongat...dah lama menunggu pak ....” katanya sambil membuka pintu. Heikal diam saja. Wajahnya datar.
Ketika tangannya ingin meraih piring di meja makan tiba-tiba tangannya ditarik isterinya. Heikal heran melihat tangan isterinya memegang gunting.
“ Ada apa nih Ma ?. Aku lapar nih ...”
“ Ada yang sangat penting. Harus kita selesaikan sekarang..” kata Sartika sambil terus menarik tangan suaminya. Anehnya isterinya sambil tertawa kecil, seperti ada yang lucu. Heikal tercekat hatinya. Matanya tak lepas melirik tangan kanan isterinya yang tampak begitu kuatnya memegang gunting. Terlebih ketika tiba-tiba raut wajah isterinya berubah. Yang semula masih ada tawa kecil kini jadi galak. Matanya mendelik. Serius.
“ Pak, bagaimana perasaan hatimu ?”
“ Maksudmu ?....Aku tak mengerti...”
“ Kau nggak merasa bersalah ? Sedikitpun ? ....” tanya isterinya. Heikal tambah tak mengerti. Hanya pasrah memandangi isterinya. Padahal sementara perutnya semakin menjerit. Lapar. Tapi tiba-tiba ingat tayangan di tivi beberapa hari lalu, tentang seorang Ketua DPRD Kolaka – Sulawesi Tenggara, dibunuh isterinya dengan gunting di kamar mandi, gara-gara cemburu ? Dalam gigil Heikal mengadu dan menjerit kepada Yang Maha Mendengar. Ya Tuhan tolonglah hambamu ini....dalam hati tentu.
Dengan garang Sartika menarik baju kokonya begitu ganasnya. Setelah masuk kamar, Sartika segera mengunci pintu. Dalam percaya tak percaya melihat tingkah isterinya yang begitu dramatis, Heikal pasrah. Heikal menjadi mengerti ketika isterinya tiba-tiba mencium punggungnya.
“ Buka bajunya pak !”
“Kenapa sih buk ?.....” rengeknya mengiba. Ketika baju kokonya dibuka, Heikal terkejut melihat isterinya tiba-tiba menggunting mengoyak hancur baju koko itu.
“ Buk..... itu masih bagus dosa apa dia ?....”
“ Ada bau tak enak kutengok. Bau yang aku kenal....” sambar isterinya masih garang. Heikal tahu, itulah erupsi cemburu yang sedang membara. Heikal yakin, isterinya pasti nampak ketika memboncengkan bu Lilis tadi.
Ya Tuhan.....tolonglah hambamu ini. Heikal menjerit dalam hati. Terlebih ketika merasakan begitu tingginya adrenalin isterinya serasa telah diujung gunting. Baju koko itu hancur lebur tercabik terkoyak tak berbentuk lagi.
“ Aku....”
“Diam kamu pak. “ sambar isterinya. “ Aku tahu bajumu itu bau siapa ... Masih juga kamu menyangkal pak ? Kenapa bisa-bisanya kamu bonceng dia ..?” bentak isterinya.
“ Dengar dulu buk, tadi pulang Jum’atan aku dicegat isteri Pak Kades lalu...”
“ Nggak bisa nolak ? Mau kesana duluan kek ? Dasar memang kamu mau. Senang kali membonceng dia ? Dia memang cantik kan... ......(dan seterusnya – yang semakin menuju ke asumsi-asumsi yang lebih gila – tak pantas ditulis di sini.)”
“ Kamu nih kok terlalu negative thinking sih buk ? Maumu apa sih buk ? “
“ Mauku ? Ya kamu ! Kamu harus tahu, kamu itu jangan ganjen-ganjen lah pak. Ngerti ?” kata isterinya sambil menodongkan gunting ke depan mata Heikal. Tapi yang ditodong tetap tenang. Heikal menduga-duga akhir drama yang bagaimana maunya ini nantinya.
“ Kamu itu cuma punyaku seorang tahu ?! ..........” ancam isterinya sebagai teror yang halus. Tiba-tiba perangai isterinya berubah drastis. Tangannya mengarasi wajah Heikal yang sedang kalah dengan pandang dan rasa yang aneh.
“ Awas kalau peristiwa tadi berlanjut. Aku tak rela. Aku atau kamu yang harus mati. Aku tak sudi punya suami suka menduain...”
“ Ya ampun buk. Kita nih udah 24 tahun suami isteri. Kalau aku mau, sudah dari dulu aku berkianat. Tapi aku nih bukan turunan pengkianat. Tengok ayahku. Sampai tua pun tetap cuma satu isteri. Kamu jangan suka berdrama-drama beginilah. Cuma satu hati yang aku sayangi. Kamu. Kamu saja. “ Ketika empat mata saling bersitatapan, ada kekuatan cinta yang begitu hebat. Sartika perlahan tetapi pasti, menatapi suaminya penuh pinta. Heikal tergagap. Tapi perut sungguh tengah lapar berat.
“Aku lapar kali nih buk....” rengek Heikal mengiba. Isterinya mengangguk sambil tersenyum manja. Tiba-tiba mulutnya mendekat teliga dan berbisik.
“ Ah ! Tadi malam kan ....”
“ Lagi !.......eng....”
Di meja makan.
“ Pak kasihan kali bu Lilis ya....” Heikal heran. Kenapa kasihan ? batinnya..
“ Iya aku tahu, aku tadi mampir ke rumahnya, kakinya pecah-pecah – gulanya meleleh..”
“ Ah ! Aku mau makan nih, ....jijiklah.” Sartika terbahak mendengar protes suaminya.
“ Sorry sorry pak....ha ha ha ... Tapi janji ya......”
“ Janji apa ?....”
“ Habis makaaaaan....mosok lupa ?.....” Dua insan itu sama-sama tertawa kecil.
Begitukah perempuan di zaman Now ini ?.... – pandai berdrama. Gumam Heikal dalam hati.
Deli Tua – akhir tahun 2017.
(Oleh: Karahayon Suminar) Catatan : ganjen = genit, jongkek.