Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (HIMMAH) Provinsi Sumut melakukan investigasi terkait pengadaan bantuan sosial (Bansos) berupa paket sembako senilai Rp 225.000/paket yang disalurkan kepada 1,3 juta KK (kepala keluarga) warga Sumut terdampak langsung wabah virus corona (Covid-19). Hasilnya HIMMAH menemukan adanya potensi korupsi mark up atau penggelembungan mencapai Rp 27,6 miliar.
Ketua HIMMAH Sumut, Razak Nasution, mengatakan, saat investigasi pihaknya melakukan survei harga bahan sembako di pasar dan grosir. Menurutnya, jumlah paket senilai Rp 225.000 per paket per KK sebagaimana yang disampaikan Kepala BPBD Sumut, Riadil Akhir Lubis, seperti beras 10 kg Rp112.000, minyak goreng 2 liter Rp28.000, gula 2 kg Rp37.000 dan mi instan 20 bungkus Rp48.000, dinilai sangat tinggi mark up nya.
Katanya, jika Pemprovsu anggarkan pembelian beras itu 10 kg Rp112.000, padahal harganya di pasaran ukuran 10 kg itu hanya Rp106.000, dan itu sudah beras premium. Lalu minyak goreng di pasaran itu hanya Rp 24.000 untuk 2 liter sementara harga Pemprovsu Rp 28.000, gula 2 kg di pasaran Rp 32.000, Pemprovsu pasang harga Rp 37.000, sementara mi instan itu harganya paling cuma Rp 40.000 untuk 20 bungkus, sementara Pemprovsu pasang harga Rp 48.000.
"Ini gila permainan ini, terlalu berani tim pengadaan sembako tim Gugus Tugas Covid bermain ambil keuntungan dari bencana ini," katanya, Jumat (15/5/2020).
Menurut Razak, rasanya tidak mungkin jika hanya sekelas Riadil dan Coki Nasution yang bermain ambil keuntungan di balik musibah ini. Ia menduga ada kekuatan Gubernur dalam mengendalikan pengadaan sembako yang setelah dicek terbukti mark up.
BACA JUGA: Ditemukan Selisih Rp 14 M dalam Pengadaan Paket Sembako Pemprov Sumut, Ini Hitung-Hitungannya
Ditemukan Selisih Rp 14 M dalam Pengadaan Sembako Pemprov Sumut, Ini Kata Gugus Tugas Covid-19 Sumut
Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumut, Riadil Akhir Lubis mengatakan pihak yang menangani perihal nonkesehatan penanganan covid-19, termasuk soal bantuan sembako JPS.
Riadil kemudian membantah soal tudingan ambil untung di balik selisih harga pengadaan sembako itu. Disebutkannya, tidak ada aksi ambil untung. "Tidak ada mark up di situ," ujarnya.
Ia merinci harga sembako sebesar Rp 225.000 per paket per kepala keluarga (KK), sebagaimana yang ditetapkan, yakni beras 10 kg Rp 112.000, minyak goreng 2 liter Rp 28.000, gula 2 kg Rp 37.000 dan mi instan 20 bungkus Rp 48.000. "Total semuanya Rp 225.000 per paket bantuan untuk setia KK," jelas Riadil.
Harga masing-masing per jenis bahan sembako itu, menurut Riadil adalah harga rata-rata yang diperoleh dari harga satuan yang dikeluarkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumut dan survei harga di pasaran, seperti pasar tradisional, grosir dan di pusat perbelanjaan.
Dan dalam penetapan harga per jenis sembako itu, kata Riadil, turut diawasi BPKP Perwakilan Sumut, Satgas Pangan yang Diketuai Dirreskrimsus Polda Sumut, Disperindag dan lain-lain.
Lebih lanjut disebutkan Riadil, tidak ada secara khusus dianggarkan untuk keuntungan, biaya packing dan pengangkutan bagi perusahaan-perusahaan yang diminta menyediakan paket sembako itu.
Lalu darimana untung perusahaan?. Menurut Riadil, keuntungan sudah termasuk dalam harga masing-masing bahan sembako tersebut. Namun diingatkan jangan sampai kualitas bahan sembako tergerus karena keuntungan.
Dikatakan Riadil, ada puluhan perusahaan terlibat dalam penyediaan sembako itu dari kabupaten/kota. Tujuannya agar ada pemerataan pertumbuhan usaha. "Karena prinsip pengadaan kan harus juga menguntungkan ekonomi," sebut Riadil.
Riadil menyebutkan dari 33 kabupaten/kota di Sumut, ada 16 yang meminta bantuan sembako dalam bentuk transfer dana. Kemudian 17 kabupaten/kota meminta dalam bentuk sembako.
"Namun data ini data dinamis, karena biasanya berubah-ubah, hari ini kabupaten minta uang aja, besok sembako, berubah-ubah dan dinamis," sebutnya.
Dan nantinya 16 kabupaten/kota yang meminta transfer dana, tetap harus dibelanjakan dalam bentuk sembako. Kemudian harga per jenis sembakonya, tetap mengacu pada yang ditetapkan provinsi.
Namun bilamana harga per jenis sembako lebih tinggi daripada harga yang ditetakan provinsi, maka 16 daerah itu harus menambahi biayanya. "Yang dari provinsi itu harga maksimal. Jika mereka (daerah) mau nambah, itu kreasi mereka dan disilahkan. Namanya juga bantuan," sebut Riadil.
Sebagaimana diketahui, Pemprov Sumut memberikan bantuan sembako JPS kepada 1.321.426 KK terdampak covid-19 di 33 kabupaten/kota di Sumut. Setiap KK penerima, mendapatkan bantuan bahan pokok berupa beras, gula, minyak makan dan mi instan senilai Rp 225.000.
Anggaran total Rp 297.320.850.000 disiapkan Pemprov Sumut untuk bantuan JPS bahan pokok ini. Anggaran itu bersumber dari refocusing anggaran penanganan covid-19 Sumut tahap I sebesar Rp 502,1 miliar.
Adapun jumlah penerima 1.321.426 KK itu ditetapkan berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan sudah disepakati kepala daerah masing-masing kabupaten/kota.