Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis – Jakarta. Peternak sapi Amerika Serikat (AS) dan Australia mulai resah dan komplain karena Indonesia mulai menurunkan impor daging sapi dari kedua negara tersebut.
Indonesia menurunkan impor daging sapi dari AS sejak April 2012 setelah merebaknya kasus sapi gila di California. Sementara terhadap Australia justru bermula dari kebijakan pemerintah negara tersebut yang menghentikan ekspor sapi ke Indonesia sebagai protes terhadap penyiksaan sapi yang disembelih di rumah potong hewan (RPH). Kebijakan ini menjadi bumerang bagi Australia sendiri, terbukti para peternak di sana merugi karena mereka sangat bergantung kepada Indonesia sebagai pasar utama sapinya, seperti Australian Agricultural Company (AACo) yang rugi US$ 8,4 juta tahun lalu.
Karena itu, untuk memperjuangkan kepentingan para peternak sapinya, pemerintah AS melawan tindakan pemerintah Indonesia. Cara terakhir yang dilakukan sebelum menggugat ke badan perdagangan dunia (WTO), yaitu pemerintahan Obama menekan pemerintah Indonesia untuk membuka pasar daging impornya. "Tidak ada dasar ilmiah untuk menghindari daging AS," ujar John Haris, seorang pemilik peternakan bernama Harrus Ranch Beef Co. di California, Senin (4/2).
Indonesia tahun ini memang membatasi kuota impor daging beku hanya 32.000 ton, padahal tahun lalu sebesar 40.338 ton, bahkan pada 2011 mencapai 102.850 ton. Selain itu, Indonesia juga memperketat impor sapi bakalan. "Pemerintah Indonesia tidak bertujuan melarang masuknya barang impor, namun untuk meyakinkan bahwa semua barang yang diimpor aman untuk dikonsumsi dan aman bagi lingkungan," demikian bunyi pernyataan pihak Indonesia.
Haris mengatakan para peternak di AS kesal dengan kebijakan pemerintah Indonesia ini, dan mereka menyebutkan tindakan Indonesia sebagai 'knee-jerk political action.'
Industri daging di AS sangat penting untuk perekonomian negara tersebut, karena industri ini berhasil menciptakan 1,4 juta lapangan pekerjaan. Pada 2011, industri peternakan menyumbang sekitar US$ 44 miliar atau sekitar Rp 400 triliun dalam perekonomian AS.
Kedutaan Besar Indonesia di AS tidak mau berdiskusi terkait hal ini, namun berjanji akan merespons protes AS. Indonesia dianggap menghancurkan peraturan perdagangan global, karena itu mengancam untuk menggugat ke markas WTOdi Jenewa pada Maret 2013 nanti.
Meskipun Indonesia dilihat sebagai negara dengan perekonomian terbesar, namun jumlah ekspor daging AS ke Indonesia cuma 0,6% atau senilai US$ 17 juta. Begitupun penghentian impor daging AS oleh Indonesia membuat sebuah peternakan di Minnesota yaitu Cargill, telah merumahkan 2.000 pegawainya karena penurunan permintaan.
Sebuah peternakan di California yaitu Monterey County juga menurun bisnisnya dan mengurangi jumlah pekerjanya. "Semakin sulit bagi para peternak dan petani untuk bertahan di bisnis ini, karena itu jumlah pekerja kami semakin sedikit dan produksi akhirnya menurun," ujar Kester, pemilik Monterey.
Pada 2011 lalu, angka ekspor daging AS menyentuh US$ 5,4 miliar dan awalnya ditargetkan bisa naik di 2012. Namun ternyata angka ekspor ke Indonesia turun 91% dari Januari hingga November 2012.
Sementara di Australia perusahaan eksportir sapi terbesar, yaitu Australian Agricultural Company (AACo) merugi US$ 8,4 juta di 2012, karena Australia menghentikan ekspor sapi hidup ke Indonesia.
Direktur AACo David Farley mengatakan, penghentian perdagangan sapi hidup ke Indonesia telah membuat perusahaan ini kehilangan nilai asetnya US$ 41 juta. "Penghentian ekspor sapi hidup ini mengganggu perdagangan. Ini menurunkan pemasukan dari para produsen sapi dan membuat rapuhnya usaha," katanya.
David meminta pemerintah Australia untuk kembali membangun hubungan yang baik dengan negara tetangganya, yaitu Indonesia sehingga perdagangan sapi bisa kembali meningkat.
Menteri Pertanian (Mentan) Suswono mengatakan pembatasan impor daging sapi untuk melindungi peternak dalam negeri. "Ini kan mengatur, peternak kita ini peternak miskin. Perlindungan itu dibolehkan," ungkapnya di Kantor Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, kemarin.
Dia mengatakan, sah-sah saja untuk mengurangi impor dari negara manapun. Selama kebijakan tersebut tidak melanggar peraturan yang ditetapkan. "Kecuali kalau dia menyatakan semacam dumping itu nggak boleh. Di negara maju juga mereka memproteksi para peternaknya," katanya.
Namun, Suswono mengemukakan, anggapan sapi gila dan kasus seperti itu sudah selesai dengan kedua negara. "Sepanjang belum clear itu memang tidak boleh impor. (Tapi) Australia nggak ada masalah, seingat saya Amerika juga nggak ada masalah, semua nggak ada masalah," pungkasnya.
(dtf)