Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Medan .Pengaturan kembali tata ruang lewat revisi masing-masing peraturan daerah kabupaten/kota berpotensi mengurangi luas lahan perkebunan di Provinsi Sumut dan berpotensi menimbulkan pelanggaran hukum.
Pasalnya, luas lahan perkebunan yang tertuang dalam usulan rencana tata ruang hingga 2035 yang diajukan kabupaten/kota jauh berkurang dibanding data nasional yang dipetakan melalui citra satelit. Sebabnya, ada ribuan hektar lahan yang selama ini berstatus lahan perkebunan, sebagiannya menjadi kawasan hutan.
Karena itu, Pemprovsu dan DPRD agar mengawal masalah ini, sehingga tidak terburu-buru mengesahkannya dalam bentuk Perda tata ruang dan wilayah.
Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat Komisi B DPRD Sumut bersama Dinas Perkebunan (Disbun) dan PTPN II, di gedung dewan, Jalan Imam Bonjol, Medan, Rabu (21/1).
Data yang disampaikan Disbun Sumut untuk Kabupaten Labuhan Batu, misalnya, luas lahan perkebunan yang diusulkan dalam rancangan tata ruang 194.078 ha. Padahal, hasil pemetaan citra satelit seluas 418.610 ha. Ada selisih yang cukup jauh, yakni hingga 223.842 ha.
Serdang Bedagai diusulkan 115.768 ha, hasil pemetaan satelit 300.276 ha, Nias Barat (diusulkan 19.622 ha, citra satelit 24.444 ha), Tapanuli Utara (15.681 ha: 46.192 ha), Mandailing Natal (121.648 ha : 136.819 ha), Tapanuli Tengah (39.541 ha : 60.517 ha), Nias Utara (20.707 ha : 33.395 ha), Nias Selatan (14.594 ha : 35.035 ha), Dairi (3.181 ha : 26.472 ha), Pakpak Bharat (2.472 ha : 8.121 ha), Deli Serdang (66.749 ha : 89.067 ha) dan Toba Samosir (297 ha : 5.450 ha).
“Kami meminta anggota dewan mengawal ini. Jangan diteken-teken saja,” kata Kadisbun Sumut, Herawat dalam rapat tersebut.
Jika usulan kabupaten/kota ini disetujui, paparnya, maka terjadi selisih yang sangat luas, dimana lahan itu nantinya bisa terjadi perubahan peruntukan.
Hal ini bisa menimbulkan konflik di masyarakat dan berpotensi terjadi pelanggaran pidana. Pasalnya, pihak yang selama ini menguasai dan mengelola lahan yang berdasarkan data satelit merupakan lahan perkebunan, bisa dituding melakukan tindak pidana karena sesuai usulan kabupaten/kota bukan lahan perkebunan.
"Jangan sampai nanti dinilai melanggar hukum, karena berkebun di atas lahan yang ditetapkan sebagai hutan negara," katanya.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumut, Ikrimah Hamidy mengatakan, terkait pemetaan lahan ini akan disampaikan lintas komisi. "Kita minta agar dicermati dulu datanya dan faktanya, sebelum disahkan," katanya.
Anggota Komisi B, Aripai Tambunan terkejut saat mengetahui lahan yang diusulkan selisih jauh dengan pemetaan. "Bupati harus mengawal ini. Kalau sempat disahkan, maka lahan perkebunan akan berkurang. Lebih lagi, bisa masuk penjara orang karena dianggap mengelola hutan," sebutnya.
(edward f bangun)