Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Perayaan Tahun Baru Imlek 2571 Tahun 2020 sudah semakin dekat. Aroma suasana Imlek juga sudah mulai terasa di beberapa wilayah Indonesia, khususnya di Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara, tempat saya tinggal. Para suku Tionghoa sudah terlihat asyik merangkai konsep acara ataupun nuansa di rumah untuk merayakan pesta yang akan jatuh pada 25 Januari 2020.
Imlek merupakan salah satu hari libur nasional. Imlek disetarakan libur sama halnya seperti libur Idul Fitri, Natal libur hari besar lainnya.
Pada periode 1965-1998, perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Pelarangan ini dipertegas dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967. Rezim orde baru di bawah pemerintahan Soeharto melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.
Dan saya adalah produk generasi yang terlahir dan mulai mempelajari pengetahuan di sekolah pada periode itu. Suku Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan Tahun Baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967.
Kemudian, Megawati Soekarnoputri menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2002 tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional. Mulai 2003, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional.
Lalu, apakah Imlek itu ada kaitannya dengan ritual keagamaan tertentu? Banyak masyarakat keliru dengan hal ini.
BACA JUGA: Tradisi dan Asal Usul Angpao
Banyak masyarakat beragama Buddha dan Konghucu berdatangan ke vihara dan kelenteng pada saat perayaan Imlek. Mereka mendatangi tempat ibadah untuk sembahyang dan berdoa kepada dewa dan para leluhur. Hal ini makin menguatkan persepsi kalau Imlek adalah termasuk perayaan ritual agama Konghucu atau Buddha.
Untuk hal tersebut, saya ingin menjelaskan bahwa perayaan Imlek adalah perayaan suku Tionghoa, bukan perayaan suatu agama. Perayaan Imlek itu sebenarnya merupakan pesta rakyat suku Tionghoa yang sudah menjadi kebudayaan dalam kurun waktu setahun sekali.
Perayaan Imlek merupakan pesta rakyat orang Tionghoa yang dirayakan selama 15 hari dari tanggal satu Imlek (Che it) dari penanggalan Cina, hingga ditutup pada tanggal 15 (Cap Go Meh).
Makna dari perayaan Imlek adalah mensyukuri anugerah yang telah diberikan Tuhan dan memohon perlindungan di masa mendatang. Selain itu, Imlek juga selalu dijadikan sarana silaturahmi untuk saling mengunjungi kerabat. Biasanya yang muda mengunjungi yang tua, kemudian yang tua memberikan semacam hadiah yang biasa disebut angpao kepada yang muda.
Memang kalau dilihat dari cara dan gayanya, Imlek itu memiliki kaitan erat terutama dengan Konghucu. Tapi sebenarnya Imlek bukan semata perayaan ritual keagamaan. Imlek sudah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi. Bahkan sebelum orang-orang Tionghoa mengenal agama.
Imlek di Cina sudah ada sejak zaman prasejarah. Namun ajaran Tao dan Konghucu baru muncul sekitar tahun 600 atau 500 sebelum masehi, yaitu pada masa dinasti Zhou. Begitu juga Buddha yang baru muncul pada tahun 65 masehi di era Dinasti Han.
Bagi yang beragama Konghucu, Imlek menjadi perayaan agama. Tapi bagi umat lain, baik itu Islam atau Kristen keturunan Tionghoa, Imlek bermakna budaya. Jadi suku Tionghoa agama apapun tetap boleh merayakan Imlek, karena itu budaya suku Tionghoa.
Kalau dihitung dari jumlah tahunnya, perayaan Imlek sudah dirayakan sejak sekitar 7.000 tahun silam. Sekali lagi, saya menjelaskan bahwa perayaan Imlek bukanlah perayaan agama, melainkan sebuah budaya yang harus dirayakan demi menjaga nilai-nilai leluhur.
Perayaan Imlek juga kadang disebut Chun Cie (pesta musim semi). Hal itu erat kaitannya dengan keadaan musim di Cina, di mana masyarakat mengalami perubahan dari musim dingin yang suram menjadi musim semi yang cerah dan sejuk, serta penuh dengan kehidupan baru dari flora dan fauna. Maka kedatangan musim semi sangat disyukuri dan dirasakan patut dirayakan dengan penuh sukacita.
===
*Penulis seorang wiraswasta, tinggal di Kota Tebing Tinggi.
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya orisinal, belum pernah dimuat dan tidak akan dimuat di media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px) dan data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan). Panjang tulisan 4.000-5.000 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]