Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara, Rahmansyah Sibarani, dan dua anggotanya; Jonius Taripar Hutabarat dan Meryl Rouli Saragih, merespon positif tuntutan buruh yang menolak RUU Omnibus Law atau Cipta Lapangan Kerja.
Ketiganya menjanjikan sikap penolakan buruh dari 11 serikat buruh/serikat pekerja yang tergabung dalam Aliansi Pekerja Buruh Daerah Sumatera Utara (APBD - SU) akan diteruskan dikirim ke DPR RI serta pemerintah. Agar aspirasi mereka didengar dan dipertimbangkan.
"Intinya sikap kami adalah agar setiap UU pro rakyat, itu sebabnya tuntutan buruh akan kami teruskan ke pusat," terang Meryl yang berasal dari PDI Perjuangan seusai berdialog dengan perwakilan APBD - SU yang berdemonstrasi ke DPRD Sumut, Kamis (23/1/2020).
Meryl enggan mengomentari poin demi poin tuntutan buruh terkait isi RUU Omnibus Law. Karena belum membacanya. Buruh merespon kontra RUU tersebut dari sudut kepentingannya yang merasa dirugikan.
Jonius yang berasal dari Perindo menyatakan wajib berpihak kepada buruh karena tanpa rakyat yang didalamnya termasuk buruh dia mustahil menjadi anggota DPRD. Seperti yang sudah dilakukan sebelumnya, meneruskan sikap penolakan buruh terhadap RUU Omnibus Law, hal serupa akan dilakukan hari ini.
Begitu pula dengan Rahmansyah. Katanya, membela kehidupan buruh sudah sejak zaman mahasiswa dilakukannya. Karenanya tidak usah diragukan keberpihakannya kepada APBD - SU.
"Nanti bisa kami perlihatkan kepada kawan-kawan buruh bukti bahwa tuntutan menolak RUU Omnibus Law oleh APBD - SU benar kami sampaikan ke pusat," tegasnya.
Oleh Sekjen Serikat Buruh Perkebunan Indonesia, Natal Sidabutar, yang merupakan salah satu unsur APBD-SU, disebutkan RUU Omnibus Law yang sudah dimasukkan ke dalam program legislasi nasional sebagai malapetaka bagi kesejahteraan buruh. Jika jadi ditetapkan menjadi UU, pengusaha tidak bisa lagi dipidana, pesangon ditiadakan, berbagai cuti dihapuskan, penggunaan tenaga outsourcing kian bebas dan sebagainya.
Pendeknya, ujar Natal, RUU Omnibus Law lebih buruk dari UU No. 13/2003 tentang ketenagakerjaan yang sesungguhnya juga masih buruk.
"DPRD Sumut harus bersama-sama dengan buruh menolak RUU Omnibus Law atau Cipta Lapangan Kerja (Cilaka)," terangnya.