Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Kementerian Agama (Kemenag) disemprit Ombudsman RI karena proses sertifikasi halal bagi UMKM rumit dan berbelit. Birokrasi yang panjang itu dinilai malah bisa membangkrutkan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Kemenag harus membuat gebrakan.
"Rumusan betapa rumitnya mengurus sertifikasi halal yang diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UUJPH) telah lama dikeluhkan oleh pelaku usaha yang belakangan akhirnya tercium oleh Ombudsman. Terlebih bagi kalangan UMKM. Sehingga banyak yang apatis karena tidak mendukung iklim investasi dan usaha," kata dosen Hukum Bisnis Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Jakarta, Mustolih Siradj, Kamis (5/3/20200.
Untuk mendapatkan sertifikasi halal harus mengikuti proses dan prosedur yang berliku-liku. Dari mulai mendaftar ke Badan Peyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH) dengan berbagai kelengkapan berkas. Lalu diarahkan ke Lembaga Penjamin Halal (LPH) untuk diperiksa oleh auditor di lokasi produksi perusahaan. Berikutnya dari LPH digeser ke MUI untuk mendapatkan fatwa halal. Dari MUI lantas dikembalikan lagi ke BPJPH barulah diproses sertifkasi halal.
"Bila tidak terpenuhi maka harus memproses dari awal lagi," ucap Mustolih.
Masing-masing proses di 'institusi' tersebut sudah pasti menguras waktu yang tidak sebentar, hampir dua bulan. Belum lagi waktu untuk memasang label di sebuah produk hingga siap diedarkan, lain lagi.
"Tentu saja proses tersebut juga tidak gratis," kata Mustolih menegaskan.
Menurut Mustolih, proses itu tidak sesuai dengan prinsip ease of doing business (EoDB) atau kemudahan berusaha. Padahal proses bisnis saat ini dituntut cepat, efesien dan berbiaya murah sehingga bisa bersaing dengan negara-negara lain.
"Karena indeks kemudahan berusaha di Indonesia masih jauh dari harapan," ujar Mustolih.
Kementerian Agama yang membawahi Badan Pengelola Jaminan Produk Halal (BPJPH) harus menyederhanakan proses sertifikasi halal. Bila tidak, kata Mustolih, maka akan menganggu dan menghambat usaha kalangan UKM yang selama ini menjadi salah satu tulang punggung perekonomian nasional.
"Sayangnya konsep omnibus law sertifkasi halal ini juga masih belum tuntas karena memberikan mandat untuk merumuskan sejumlah norma teknis melalui penerbitan peraturan pemerintah (PP). Padahal di level PP acapkali prosedur 'aneh-aneh' tiba dimunculkan. Dari PP lantas nanti dimandatkan ke peraturan menteri," tutur Mustolih.
Tapi, omnibus law tidak akan begitu saja mudah disetujui dan diprediksikan akan berjalan alot karena ada isu lain yang tidak mudah diselesaikan. Yaitu kedudukan MUI yang tidak lagi menjadi otoritas tunggal pemberi fatwa halal dalam proses sertifkasi halal.
"Mestinya semua pihak mengedepankan kemaslahatan ummat. UMKM dimudahkan," pungkasnya.(dtc)