Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Usai bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kemarin, Menteri ESDM, Ignasius Jonan, menyatakan PT Freeport Indonesia sudah setuju menjual 51% sahamnya ke pihak nasional Indonesia. Namun Freeport tidak membenarkan hal tersebut, walau juga tidak membantah.
Terkait hal ini, Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, menekankan Freeport harus mau mendivestasikan 51% sahamnya jika ingin mendapat perpanjangan izin operasi pasca 2021.
"Kita tidak perlu setuju dan tidak setuju. Yang jelas persyaratan untuk operasional Freeport itu (divestasi) 51% harus. Masalah dia mau setuju dan enggak setuju, ya dia enggak setuju ya berarti ya enggak bisa," kata Bambang saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (22/8/2017).
Bambang menambahkan, Freeport juga wajib membangun smelter untuk memurnikan seluruh bijih tembaga yang diproduksinya. Bila tak bersedia mendivestasikan saham 51% dan membangun smelter, tak ada perpanjangan izin operasi pasca 2021 untuk Freeport.
Selain itu, pihaknya menuntut Freeport tunduk pada peraturan perpajakan yang diberlakukan pemerintah nantinya.
"Bangun smelter baru adalah persyaratan perpanjangan operasi 2 x 10 tahun, plus perpajakan sesuai dengan yang dikeluarkan pemerintah nanti. Itu pegangannya," tandasnya.
Bila tak sepakat, Bambang mempersilakan Freeport mengembalikan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari pemerintah dan kembali memegang Kontrak Karya (KK) sampai 2021. Konsekuensinya, Freeport tidak bisa ekspor konsentrat tembaga dan tidak mendapat perpanjangan kontrak.
"Kalau Freeport ngomong enggak setuju ya silakan aja, tapi ya pemerintah punya positioning begitu. Kalau dia enggak mau ya balik ke dalam kontrak dong. Mau bubar juga, mau selesai juga enggak apa-apa, kalau dia enggak setuju mau kembalikan ke pemerintah kan juga bagus," tutupnya. (dtf)