Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Zahra Lestari, bayi berusia 1 tahun 7 bulan ini hanya terbaring tak berdaya di kediamannya. Sebab sejak lahir, warga Jalan Rehulina Dusun II, Desa Tanjung Slamat, Deliserdang ini menderita penyakit hydrochepalus, sehingga membuat kepalanya terlihat membesar.
Namun malang, anak kedua dari pasangan Sunita (33) dan Pringgo Krono (35) ini sejak setahun belakangan sudah berhenti berobat. Pasalnya, orang tuanya sudah tidak mampu lagi untuk membayar iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan setiap bulan.
“Sudah setahun tiga bulan tidak lagi diobati, karena BPJS nya sudah setahun nunggak. Susunya saja pun tak bisa lagi kami beli, padahal dokter menyarankan agar Zahra rutin meminum susu," ucap Sunita, kepada wartawan, di rumah kontrakannya, Minggu (27/8/2017).
Sunita mengaku, suaminya hanya bekerja sebagai kuli bangunan dengan penghasilan hanya Rp 60.000 per hari. Sedangkan Sunita sendiri tidak lagi bekerja sebagai buruh tani sejak Zahra lahir, sehingga tidak cukup bila disisihkan untuk membayar BPJS Kesehatan perbulannya.
Sunita menceritakan, ketika Zahra lahir memang sudah dinyatakan oleh dokter menderita penyakit hydrochepalus, pada 19 Februari 2016, di RS Bina Kasih. Selanjutnya, berkat bantuan teman sekampung, kata Sunita, akhirnya mereka dapat mengurus kartu keluarga dan kartu BPJS Mandiri, sehingga pada 9 Mei 2016, di usia tiga bulan Zahra dapat dioperasi di RS Adam Malik.
Saat ini, Sunita menyebutkan jika di kepala Zahra kini telah terpasang selang hingga ke perut untuk membuang cairan yang menumpuk di kepalanya ke saluran air seninya. Disebutkannya, selang itu dipasang saat putrinya menjalani operasi di waktu yang lalu.
"Seharusnya setiap sebulan sekali harus kontrol ke RS Adam Malik. Tapi sekarang tidak bisa. Sedangkan kontrol terakhir pada September 2016,” keluhnya.
Selain tak punya pekerjaan lagi, wanita asal Kwala Simpang, Aceh ini mengaku jika ia adalah anak satu-satunya. Karenanya tidak ada satupun anggota keluarga yang bisa dimintai tolong untuk membantu biaya perobatan dan sejak gadis ia juga sudah menjadi yatim piatu.
Sunita menuturkan, dirinya memang pernah memohon kepada kepala dusun dan DPRD setempat agar mereka didaftarkan saja menjadi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Tetapi hingga sekarang belum juga ada pendataan ulang bagi mereka.
"Kami minta tolong supaya dialihkan saja, biar anak kami bisa berobat lagi. BPJS sebelumnya adalah kelas tiga, dan sudah telat setahun. Kami ada empat orang serumah, jadi bayarnya Rp 105.000 per bulan," ujarnya.
Menurutnya, sejauh ini biaya perobatan semasa putrinya sakit sudah menghabiskan biaya jutaan rupiah. Karenanya, Sunita berharap jika ada donatur yang membantu dalam pengobatan putrinya.
"Saya hanya minta supaya bisa dibantu pengobatanya saja,” harapnya.