Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - San Juan. Badai Maria yang menerjang Puerto Rico membuat warga setempat hidup menderita. Warga Puerto Rico menuding Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump lamban dalam menyalurkan bantuan dan ceroboh dalam memberikan pernyataan publik soal bencana di wilayah AS itu.
Puerto Rico yang terletak di Laut Karibia bagian utara ini menjadi wilayah AS sejak tahun 1898, setelah AS mengalahkan Spanyol dalam Perang Amerika-Spanyol. Namun Puerto Rico memiliki status sebagai 'unincorporated territory' dari AS, yang artinya dikendalikan oleh pemerintahan AS namun terpisah dari daratan utama AS. Konstitusi AS berlaku sebagian di wilayah Puerto Rico.
Setiap warga Puerto Rico merupakan warga negara AS. Namun Puerto Rico berbeda dengan Hawaii yang merupakan negara bagian AS. Warga Puerto Rico bisa ikut memilih dalam pemilu presiden pendahuluan di pulau tersebut, tapi tidak bisa ikut memilih dalam pilpres yang digelar secara nasional, kecuali mereka pindah ke daratan utama AS.
Sejak pekan lalu, badai Maria menerjang wilayah Puerto Rico dengan membawa hujan deras dan angin kencang. Badai ini memicu banjir besar, memutuskan jalur komunikasi, menghancurkan gedung-gedung dan merusak salah satu waduk yang mengancam nyawa warga di sekitarnya. Hingga kini, mayoritas wilayah Puerto Rico tidak mendapat aliran listrik dan warganya kekurangan persediaan air minum.
Seperti dilansir Reuters, Jumat (29/9/2017), Trump menuai kritikan saat berkomentar soal nasib warga Puerto Rico usai diterjang badai Maria. Dalam komentarnya, Trump malah menyinggung trauma terbesar Puerto Rico, yakni kebangkrutan dan krisis utang US$ 72 miliar.
"Sebagian besar pulau itu sudah hancur, dengan utang miliaran dolar ke Wall Street dan sejumlah bank yang, secara menyedihkan, harus dihadapi," ucap Trump via akun Twitter-nya pada Senin (25/9) waktu setempat.
Komentar Trump itu menyulut emosi warga Puerto Rico. Sebagian besar warga dari pulau berpenduduk 3,4 juta jiwa itu menyebut respons Trump terhadap bencana alam di Puerto Rico sangat lamban. Trump dianggap lebih mempedulikan isu-isu lainnya dibandingkan nasib warga negaranya.
"Dia lebih mementingkan orang-orang yang berlutut saat lagu kebangsaan berkumandang, daripada situasi darurat kemanusiaan di sini," ucap Martha Moreno (54) yang kini mengungsi ke tempat pengungsi di ibu kota San Juan. Moreno merujuk pada kontroversi para pemain futbol dari Liga Futbol Nasional (NFL) yang menolak berdiri saat lagu nasional berkumandang. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes untuk pemerintahan Trump.
"Kami adalah koloni. Kami tidak memiliki hak untuk memilih apapun di AS tapi kami harus mematuhi setiap hukum federal. Kami tidak berharga bagi mereka. Kami hanya utang. Kami mempermalukan mereka," ucap warga Puerto Rico lainnya, Jomally Fernandez (40), yang kini tinggal di daratan utama AS.
Ayah mertuanya, Ken Van Etten (69) yang veteran Perang Vietnam dengan keras mengkritik respons Trump. "Saya meragukan apakah dia peduli. Ketika dia memberikan pernyataan seperti, 'Itu bukan salah kami, infrastruktur mereka buruk dan mereka kehilangan banyak uang'. Apa kaitannya dengan situasi sekarang?" tanya Van Etten yang kini tinggal di Oregon.
Setelah berhari-hari dikritik, Trump memutuskan mencabut larangan pelayaran bagi kapal asing dari daratan utama AS ke Puerto Rico pada Kamis (28/9) demi mempercepat penyaluran bantuan kemanusiaan. Sedangkan Pentagon menunjuk jenderal senior untuk mengawasi upaya pemulihan pascabencana di Puerto Rico. Gedung Putih menyatakan 10 ribu pekerja federal kini berada di Puerto Rico, termasuk 7.200 tentara AS. Sebanyak 44 dari total 69 rumah sakit di Puerto Rico kini beroperasi penuh. Kapal-kapal kontainer yang membawa bantuan kemanusiaan mulai merapat ke pelabuhan Puerto Rico. Gubernur Puerto Rico, Ricardo Rossello, memuji respons Trump, namun warganya tidak sepakat. Lara Brown (42), mengeluhkan bantuan yang terlalu lama tiba. (dtc)