Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Kabupaten Bandung. Warga menyebut adu bagong atau babi hutan dengan anjing di Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung, Jawa Barat sudah merupakan tradisi yang sudah berlangsung puluhan tahun. Adu bagong disebut juga ada di daerah lain di Jabar seperti Garut, Sumedang, dan Garut.
Salah satu warga yang hobi nonton adu bagong (dugong), Engkos (49) mengaku sudah sejak umur delapan tahun ia suka menonton dugong yang dihelat di dekat rumahnya di Kecamatan Dayeuhkolot. Pertarungan hewan yang dipenuhi dengan kebrutalan ini dianggapnya sebagai sarana untuk melepas stres.
"Kadang orang-orang elit kan berburu untuk menghilangkan stres, itu tak terjangkau oleh kami (biayanya), jadinya saya ke sini saja, melihat darah begini, jadi nggak stres," kata Engkos di arena dugong di Kampung Cisindang, Desa Cikawao, Kecamatan Pacet, Minggu (22/10/2017).
Selain itu, tontonan ini dianggap sejumlah warga murah meriah. Hanya mengeluarkan kocek Rp 10 ribu untuk tiket, masyarakat sudah dapat menyaksikan pertarungan dua hewan omnivora di dalam satu arena.
Engkos mengungkapkan tradisi dugong ini sudah mengalami pergeseran makna. Jika dulu dugong sebagai ajang silaturahmi dan membasmi hama babi hutan yang kerap berkeliaran di kebun warga, kini dugong dijadikan sebagai ajang untuk meningkatkan harga jual anjing.
"Jika usainya dua-tiga tahun dan sudah terlatih (dalam arena dugong) harganya bisa mencapai belasan juta," ungkapnya.
Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala Investigasi LSM Scorpion Marison Guciano. "Memang itu informasi yang kita terima banyak anjing-anjing dalam kontes dugong itu divideokan kemudian dijual ke Sumatera dengan harga yang cukup tinggi," kata Marison saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Marison menilai tradisi itu merupakan bentuk kekejaman terhadap satwa. Bentuk kekejaman satwa atas nama tradisi sudah tidak dapat dibenarkan, hal itu perlu dikoreksi.
"Tradisi baik boleh dilanjutkan, tapi tradisi buruk harus ditinggalkan," ujarnya.
Menyikapi hal tersebut, pemerintah harus turun tangan untuk melakukan penyadaran kepada masyarakat bahwa pemahaman mereka terhadap dugong adalah hal keliru.
"Tetap itu clear murni merupakan kekejaman terhadap satwa. Karena babi hutan itu diambil dari alam kemudian sebelum pertarungan disimpan di boks kecil, dari situ saja sudah clear kekejaman terhadap satwa," jelasnya.
Ia ingin seluruh pihak untuk bersepakat hal negatif dalam tradisi kita apalagi saat ini sudah ada pergeseran makna, harus dikoreksi dan segera ditinggalkan.
Saat disinggung terkait babi hutan merupakan hama bagi pertanian masyarakat, Marison menampik hal itu. Menurutnya manusia yang telah merusak ekosistem babi hutan, sehingga babi turun ke perkebunan warga untuk melangsungkan hidupnya.
"Menurut saya itu perilaku primitif. Saya imbau, kita masyarakat harus ariflah dalam memperlakukan babi hutan karena pada akhirnya ketidakseimbangan ekosistem akan berbalik bencana pada kita sendiri," pungkasnya. (dtc)