Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Surabaya. Salah satu tantangan yang dihadapi perguruan tinggi di Indonesia adalah masalah industrial linkage. Hal ini tak jarang berdampak pada ketidaksiapan tenaga kerja yang dihasilkan perguruan tinggi terjun ke industri.
Menghadapi hal tersebut, para pimpinan perguruan tinggi di Indonesia dan Jepang sepakat lebih menguatkan kerja sama dengan industri.
"Perkuliahan seringkali hanya memberikan basic teori, sedangkan industri menuntut kemajuan teknologi. Perguruan tinggi cepat di teori, sebaliknya kita sering ketinggalan masalah teknologi industri," ungkap Wakil Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia, Prof Dr Ir Kadarsah Suryadi DEA, Rabu (25/10).
Karenanya, para pemimpin dari 75 perguruan tinggi negeri (PTN), swasta dan vokasi di Indonesia serta 22 PTN di Jepang menggelar Joint Working Group Indonesia-Japan untuk keempat kalinya. Tema yang diangkat dalam pertemuan kali ini, yakni Strengthening Network for Research, Innovation in Higher Education and Industry.
Selain menguatkan kerja sama industri, dua poin lain yang disepakati dalam pertemuan yang dijadwalkan berlangsung tiga hari tersebut adalah kerjasama akademik dan pengelolaan perguruan tinggi, dan riset inovasi.
"Seperti diketahui, pada tahun 2045 mendatang Indonesia diprediksi akan memiliki jumlah usia tenaga kerja yang melimpah atau yang dikenal dengan bonus demografi. Namun sayangnya fasilitas yang ada di Indonesia kurang mendukung untuk menunjang research dan inovasi guna menopang kehidupan di masa depan," tambah Rektor ITS Surabaya, Prof Ir Joni Hermana.
Berbanding terbalik dengan itu, lanjutn dia, Jepang memiliki segala fasilitas untuk melakukan penelitian dan inovasi, namun justru akan mengalami penurunan jumlah usia tenaga kerja dalam kurung waktu yang sama.
"Mereka punya fasilitas, kita punya sumber daya manusia, jadi kerjasama ini bisa untuk menggabungkan kedua kelebihan tersebut," ujar guru besar Teknik Lingkungan tersebut.
Sementara dari sisi manajemen perguruan tinggi, Direktur Pembinaan Kelembagaan Pendidikan Tinggi, Dr Totok Prasetyo mengatakankerja sama ini berpotensi dapat meningkatkan rangking perguruan tinggi Indonesia di kancah dunia. Saat ini, hanya terdapat tiga perguruan tinggi yang berada dalam rangking 500 besar dunia, yaitu Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Gadjah Mada.
"Setelah kerjasama ini, kita targetkan akan ada 11 universitas yang berada dalam 500 besar," tandasnya optimis.
Menurut Totok, selain meningkatkan rangking, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) RI juga menargetkan tiga hal dalam kerjasama ini. Ketiga hal tersebut adalah meningkatkan keunggulan akademik, mendapatkan nilai ekonomi serta memberikan social benefit kepada masyarakat.
Tidak hanya memberikan keuntungan bagi perguruan tinggi di Indonesia, nyatanya kerjasama ini turut memberikan nilai tambah bagi perguruan tinggi di Negeri Sakura. Rektor Hokkaido University, Toyoharu Nawa, mengatakan bahwa potensi sumber daya manusia (SDM) Indonesia mampu menopang era kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang sedang dikembangkan di Jepang.
"Dari kerjasama ini bisa menghasilkan banyak engineer dan scientist yang akan menciptakan era kecerdasan buatan," ujar Toyoharu yang juga menjabat ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi di Jepang.
Melalui kerjasama ini pula diharapkan perguruan tinggi di Indonesia dapat belajar dari Jepang sehingga mampu menghasilkan tenaga kerja yang bisa mengimbangi kemajuan teknologi di masa yang akan datang. "Kita akan belajar dari yang terbaik untuk menopang industri di masa depan. Jepang juga sudah punya sejarah kerjasama yang panjang sebelumnya dengan Indonesia," ujar Totok.
Sementara Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian Dr Ir Ngakan Timur Antara, menyambut baik kerja sama ini. Menurutnya, diperlukan kerjasama antar stakeholder terkait dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa.
"Kami adalah konsumen dari produk yang dihasilkan oleh Perguruan Tinggi. Kegiatan seperti ini dibutuhkan agar kita bisa saling bertukar pikiran, bagaimana produk-produk dari Perguruan tinggi bisa match dengan kebutuhan industri. Tahun ini indeks daya saing kita naik ke ranking 36 dari sebelumnya 41. Ini merupakan kerja keras dari semua stakeholder, termasuk salah satunya perguruan tinggi," pungkasnya.
Narasumber lain yang juga dihadirkan dalam konferensi tersebut adalah Staf Ahli Menristekdikti bidang Infrastruktur, Kelembagaan Iptek dan Dikti Ir Hari Purwanto MSc DIC, Kepala Balitbang Industri Kemenperin perwakilan Duta Besar Jepang untuk Indonesia Ryo Nakamura LL M, dan Konsul Jenderal Jepang di Surabaya Masaki Tani.
(dtc)