Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Tanah Karo. Musim kemarau yang melanda sejumlah kecamatan sentra produksi tanaman jagung di Kabupaten Karo dikhawatirkan dapat berdampak terhadap proses perkembangan pertumbuhan tanaman jagung.
Akibat kekurangan pasokan air, terlebih saat belum melewati fase penyerbukan (erjagar-red), dapat berakibat gagal panen (fuso). Bahkan, tidak hanya tanaman jagung, petani yang menanam padi juga sudah banyak yang merugi akibat dampak kemarau.
Hal itu disampaikan Sekretaris Komunitas Petani Jagung (KPJ) Kabupaten Karo, Sapta Sebayang, saat mengikuti tradisi erlau - lau ndilo wari udan (memohon datangnya hujan-red) di Desa Perbesi, Kecamatan Tiga Binanga, Kabupaten Karo yang diselenggarakan selama empat hari Kamis hingga Minggu (26 - 29 Oktober 2017).
Menurut Sapta, di desa tempat tinggalnya, Desa Perbesi memiliki tanaman jagung 1.183 hektare (Ha) terkena dampak kemaru kali ini.
"Seluruhnya kena dampak. Belum ada yang lewat fase pembuahan. Yang sangat terdampak sekitar 60% dan terancam fuso. Dengan kondisi yang saat ini terjadi, tanaman jagung sangat membutuhkan hujan. Sudah selama 25 hari tidak turun hujan," papar Sapta Sebayang, Sabtu (28/10/2017) di Desa Perbesi.
Kondisi itu, lanjutnya, merata terjadi di daerah sentra penghasil jagung, yakni Kecamatan Kuta Buluh, Juhar, Mardingding serta Kecamatan Lau Baleng.
Terkait tradisi erlau lau ndilo wari udan, menurut Sapta, merupakan tradisi yang sejak dahulu sudah diwariskan para leluhur.
Tradisi tersebut biasanya dilakukan pada saat terjadi kemarau panjang dan tanaman - tanaman sangat butuh pasokan air.
"Kegiatan ini adalah tradisi yang sudah dilakukan para pendahulu apabila kemarau panjang melanda. Dari ritual ini, berdasarkan pengalaman yang kita alami biasanya hujan langsung turun meskipun intensitasnya tidak tinggi. Karena itu juga tradisi ini sampai sekarang masih dilakukan. Di samping itu tradisi ritual memohon agar turun hujan ini juga kita lakukan sebagai sarana pelestarian budaya," jelasnya.
"Dirr Ko Wari" begitu teriakan warga biasanya sembari memercikkan air kepada siapa saja di sekitarnya. Kalimat dalah bahasa adat Karo itu bisa diartikan sepintas, deraslah hujan menghiasi hari," tambah Sapta.
Petani jagung lain yang ditemui di Desa Kuta Gugung, Kecamatan Juhar, Sarjana Pinem juga mengaku desanya sudah dilanda kemarau hampir selama sebulan.
"Apabila tidak segera turun hujan, tanaman jagung dapat dipastikan rusak. Kalau pun bisa bertahan, hasilnya dipastikan tidak maksimal lagi. Di desa kami juga dilakukan tradisi erlau - lau," ujarnya.