Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Ketua DPR Setya Novanto tidak memenuhi panggilan KPK dengan alasan lembaga antikorupsi itu harus izin pada Presiden Joko Widodo. Hal itu dinilai tidak tepat oleh Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, karena ketentuan izin tersebut tidak berlaku bagi tindak pidana khusus.
"Menurut saya tidak tepat kalau kemudian Ketua DPR berlindung di pasal 245 UU MD3. Karena baik sebelum maupun sesudah Judicial Review (JR) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) ketentuan izin itu tidak berlaku untuk tindak pidana khusus. Jadi tidak ada alasan bagi ketua DPR untuk mangkir dari pemeriksaan KPK," kata Refly di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (6/11/2017).
Refly menuturkan KPK berbekal UU khusus dalam menjalankan tugasnya. Jadi, KPK berhak memanggil pejabat publik tanpa harus melalui birokrasi perizinan yang diatur di UU MD3.
"Kita tahu bahwa KPK dalam melaksanakan tugasnya berbekal UU khusus, UU yang selama ini dipakai. Jadi walaupun belum ada UU MD3, UU KPK yang eksis sekarang juga mengatur kewenangan-kewenangan KPK, termasuk untuk memanggil para pejabat publik tanpa harus melalui birokrasi perizinan, termasuk perizinan presiden," ulas Refly.
Artinya, Refly menegaskan KPK berwenang untuk memaksa Novanto memenuhi panggilan penyidik. Seharusnya, kata Refly, Novanto memenuhi panggilan tersebut.
"Kalau mangkir ya (KPK) bisa memaksa. Karena dia (Novanto) melanggar kewajiban hukumnya. Tetapi menurut saya yang paling elegan bagi ketua DPR adalah memenuhi panggilan itu. Jadi datang itu memberikan keterangan adalah sikap yang gentle dan memberikan contoh yang baik," ujarnya.
Rafly juga menilai hal ini merupakan blunder yang dilakukan oleh staf kesekretariatan Jenderal DPR karena tidak membaca surat tersebut secara cermat. Dengan adanya hal tersebut, dinilai mempertontonkan hal lucu kepada publik.
"Saya kira sangat blunder dan menurut saya staf-stafnya tidak membaca ini secara cermat. Tapi terlepas dari hal itu, soal perdebatan seperti ini saya kira ketua DPR harus memberikan contoh yang baik. Saya kira publik diberikan tontonan yang membuat semua kita tertawa," ucapnya.
"Misalnya ya kejadian sakit, rangkaian-rangkaian itu membuat publik pasti akan bertanya dan tertawa. Walaupun kita tidak bisa menuduh. Tapi rangkaian peristiwa yang disajikan membuat publik bertanya-tanya dan tertawa," sambungnya.
Setya Novanto meminta KPK izin ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) bila ingin memanggilnya. Alasan itu dipakai Novanto untuk tidak memenuhi panggilan KPK, Senin (6/11) hari ini.
Ketua DPR itu merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 76/PUU-XII/2014. Saat itu, MK mengubah izin pemeriksaan anggota MPR, DPR, dan DPD dari Majelis Kehormatan Dewan (MKD) ke tangan presiden. Namun tidak semua kejahatan yang disidik harus mendapat restu presiden terlebih dahulu. Untuk pidana khusus, penegak hukum tak perlu meminta izin presiden untuk memanggil Wakil Rakyat. (dtc)