Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Lebak. Sunda Wiwitan yang dianut masyarakat adat Baduy di Lebak, Banten merasa senang atas putusan MK yang membolehkan Penghayat Kepercayaan masuk dalam kolom agama di KTP. Masyarakat Baduy selama ini merasa didiskriminasi perihal kepercayaan yang mereka anut.
Perjalanan masyarakat Baduy untuk dapat mencantumkan kepercayaan mereka di kolom agama KTP sudah berkali-kali disampaikan ke pemerintah daerah maupun pusat.
Padahal, jauh sebelum diberlakukan e-KTP secara nasional. Kepercayaan mereka tercantum dalam KTP meski tidak dicantumkan secara gamblang bahwa kepercayaan itu adalah Sunda Wiwitan.
"Dulu kan waktu masih kebijakan daerah kan sebelum KTP elektronik sebetulnya tertulis, yang KTP kecamatan itu, saya dan istri masih ada, masih saya simpen yang KTP itu tertulis," cerita salah seorang warga Baduy, Sarpin, Selasa (7/11).
Pada 2010, tutur Sarpin, saat persiapan pemberlakuan e-KTP serempak se-Indonesia, pencantuman Penghayat Kepercayaan tidak boleh lagi. Yang boleh tertulis dalam kolom agama KTP adalah agama-agama yang diakui oleh negara.
"Tapi begitu tahun 2010 kan persiapan e-KTP. Nah, di situ secara nasional itu yang jadi masalah jadi sebelum ada putusan (tidak boleh) mencantumkan agama selain yang 5 itu," ucapnya.
Sarpin, yang tak lain bekerja sebagai Kepala Seksi Administrasi Kependudukan di Desa Kaneker, Kecamatan Leuwidamar seakan merasakan betul bagaimana kepercayaannya tak tercantum dalam KTP.
Ia kemudian mencoba berjejaring dengan kelompok para Penghayat Kepercayaan di seluruh Indonesia. Mayoritas dari mereka merasa didiskriminasi oleh negara terkait pencantuman kolom agama di KTP.
"Cuma begitu ke sini ternyata yang merasa didiskriminasi itu bukan cuma masyarakat adat Baduy tapi semua Penghayat Kepercayaan merasa seperti itu, akhirnya kan bergabung bersama temen-temen Penghayat Kepercayaan dari Kalimantan, Kaharingan, terus yang di Blora pokoknya seluruh Indonesia," tuturnya.
Pencantuman kepercayaan di kolom agama di KTP kemudian menjadi soal bagi warga Baduy. Mereka sempat mendatangi Kementrian Dalam Negeri untuk menyampaikan aspirasi tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, tak ada respon dari pemerintah pusat.
"Makanya dari situ kan pernah dari sini dari pihak adat mengajukan ke Kemendagri untuk memasukan kepercayaan di kolom agama. Tapi tidak ada respon selama waktu berjuang dari sini," ujarnya.
Dalam setiap Seba Baduy, di mana mereka menyerahkan hasil bumi kepada pemerintah daerah. Berkali-kali aspirasi itu disampaikan, agar Sunda Wiwitan tercantum dalam kolom agama di KTP.
Hari ini, MK mengabulkan gugatan yang diajukan oleh Naggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnil Purba dkk. Gugatan itu diajukan agar para Penghayat Kepercayaan dapat tercantum dalam kolom agama di KTP.
Menurut Ketua MK Arief Hidayat seperti diberikan detikcom, Pasal 61 ayat 1 dan Pasal 64 ayat 1 Undang-undang Administrasi bertentangan dengan UUD 1945. Kedua pasal itu dikatakan tidak memilki kekuatan hukum mengikat sehingga tidak sesuai dengan UUD 1945. (dtc)