Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Polri menghormati proses hukum yang dijalani Ketua DPR Setya Novanto di KPK. Saat ini Novanto berstatus sebagai tersangka kasus korupsi megaproyek e-KTP. Lantas, bagaimana kasus dugaan penggunaan surat palsu pimpinan KPK yang dilaporkan Novanto ke Bareskrim?
"Dalam kaitan kasus yang sedang dihadapi Setya Novanto, dalam hal ini kasus tindak pidana korupsi, tentu penyidik Polri mendahulukan apa yang sedang dilaksanakan oleh KPK," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (23/11/2017).
Martinus mengatakan sikap Polri tersebut dilatarbelakangi tindak pidana korupsi yang masuk kategori kejahatan luar biasa dan penegakan hukumnya harus didahulukan.
"Karena sebagaimana aturan yang ada, memang harus didahulukan proses penegak hukum terhadap tindak pidana korupsi. Ya itu (kejahatan luar biasa) seperti terorisme (penanganannya) juga begitu," ujar Martinus.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan penyidik sedang meminta keterangan para ahli terkait kasus surat palsu pimpinan KPK. Tito ingin penyidik segera menentukan ada-tidaknya unsur pidana dalam perkara tersebut.
"Sekarang ini proses pengumpulan keterangan ahli yang lain, kalau nanti keterangan ahli lain menyatakan bahwa ini tidak ada, bukan tindak pidana, kita hentikan," kata Tito.
Tito menjelaskan, dalam KUHAP, polisi bisa menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) tanpa penetapan tersangka. Penyidikan dapat dihentikan di tengah jalan.
Sementara itu, Agus dan Saut dilaporkan atas dugaan tindak pidana membuat surat palsu atau memalsukan surat dan menggunakan surat palsu serta menyalahgunakan kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 421 KUHP.Soal penyidikan kasus dugaan surat palsu, KPK menegaskan surat pencegahan Novanto sudah sesuai aturan yang berlaku, yaitu dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dan UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. (dtc)