Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Medan. Suara Gordang Sambilan dan alat musik lainnya terdengar begitu magis di pesta adat pernikahan Kahiyang Ayu Siregar dan Bobby Nasution. Gordang Sambilan adalah warisan seni dan budaya masyarakat Mandailing yang dianggap sakral.
Hal tersebut diungkap Raja Panusunan pernikahan Kahiyang-Bobby, Pandapotan Nasution, dalam buku panduan , Jumat (24/11). Sosok yang memiliki gelar Patuan Kumala Pandapotan ini merupakan generasi ke-16 Nasution.
Dijelaskan Pandapotan, gondang atau gendang beserta perangkat lainnya adalah alat musik penting dalam sebuah acara perkawinan. Salah satu fungsi dari instrumen musik ini adalah untuk mengiringi ketika acara manortor (menari tortor) atau menari secara adat.
Gordang sambilan sangat khas Mandailing dan menurut beberapa literatur, gordang sambilan ini adalah alat perkusi yang diameternya terbesar kedua di dunia. Karena gondang dan gordang sambilan merupakan bagian dari ritual adat, maka untuk menabuhnya pada sebuah acara harus melalui serangkaian acara adat.
"Ini juga untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan," ujar Pandapotan.
Dalam info budaya di situs kemdikbud.go.id, dijelaskan lebih jauh soal gordang sambilan ini. Sesuai namanya, gordang sambilan terdiri dari 9 buah gendang dengan ukuran yang relatif besar dan panjang.
Kesembilan gendang tersebut mempunyai ukuran yang berurutan dari yang besar ke ukuran yang paling kecil. Tabung resonator gordang sambilan terbuat dari kayu yang dilubangi dan salah satu ujung lubangnya ditutup dengan membran yang terbuat dari kulit lembu yang ditegangkan dengan rotan sebagai alat pengikatnya. Alat pemukul gordang sambilan digunakan dari kayu yang berbentuk agak tumpul.
Dalam gordang sambilan masing-masing gendang ensambelnya mempunyai nama sendiri. Namun untuk penamaan atau istilah penyebutannya tidak sama di semua tempat di seluruh Mandailing, karena masyarakat Mandailing yang hidup dengan tradisi adat yang demokratis punya kebebasan untuk berbeda.
Instrumen gordang sambilan dilengkapi dengan 2 buah ogung (gong) yang besar. Nama gong yang paling besar adalah ogung boru boru (gong betina) dan yang lebih kecil dinamakan ogung jantan (gong jantan), sedangkan satu gong yang lebih kecil dinamakan doal dan tiga gong lebih kecil lagi diberi nama salempong atau mong-mongan.
Perlengkapan lain dalam Gordang Sambilan adalah alat tiup yang terbuat dari bambu yang dinamakan sarune atau saleot dan sepasang simbal kecil yang dinamakan tali sasayat. Adapun istilah yang digunakan pada masyarakat di Gunung tua – Muarasoro, pada nama gendang secara berurutan dari yang paling kecil sampai yang paling besar adalah sebagai berikut: eneng-eneng, udang-kudang, paniga dan jangat. Instrumen musik tradisional ini dilengkapi dengan dua buah ogung, satu doal, dan tiga salempong atau mongmongan.
Gordang sambilan masa sebelum Islam dikenal mempunyai fungsi untuk upacara memanggil roh nenek moyang apabila diperlukan pertolongannya pada masyarakat Batak Mandailing. Upacara tersebut dinamakan paturuan sibaso yang berarti memanggil roh untuk merasuki menyurupi medium (sibaso).
Tujuan pemanggilan ini adalah untuk minta pertolongan roh nenek moyang untuk mengatasi kesulitan yang sedang menimpa masyarakat. Misalnya penyakit yang sedang mewabah karena adanya suatu penularan penyakit yang menyerang suatu wilayah.
Selain itu gordang sambilan juga digunakan untuk upacara meminta hujan (mangido udan) agar hujan turun sehingga dapat mengatasi kekeringan yang menganggu aktivitas pertanian. Juga bertujuan untuk menghentikan hujan yang telah berlangsung secara terus menerus yang sudah menimbulkan kerusakan.
Selain harus mendapat izin dari Namora Natoras dan raja, penggunaan Gordang Sambilan dalam upacara perkawinan (Orja Godang Markaroan Boru ) dan untuk upacara kematian (Orja Mambulungi) juga harus disembelih paling sedikit satu ekor kerbau jantan dewasa yang sehat. Namun apabila persyaratan tersebut belum dapat dipenuhi maka Gordang Sambilan tidak boleh digunakan.(dtc)