Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Kulon Progo. Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) merilis surat terbuka terkait tindakan aparat Polres Kulon Progo yang mengamankan 15 orang aktivis mahasiswa. Mereka diciduk saat proses land clearing lahan calon lokasi pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) hari ini.
Dalam surat terbuka yang diterima detikcom, KontraS mempertanyakan akuntabilitas dan profesionalisme Polda DIY dan jajarannya atas tindakan tersebut.
"Dengan tuduhan sebagai provokator dan menghalangi proses penggusuran, 15 orang jaringan mahasiswa yang bersolidaritas terhadap penggusuran paksa warga Desa Glagah dan Palihan, Kecamatan Temon, Kulon Progo yang dilakukan oleh PT Angkasa Pura I ditangkap, 3 orang di antaranya luka-luka," kata Koordinator Badan Pekerja KontraS, Yati Andriyani, melalui keterangan tertulisnya, Selasa (5/12/2017).
Yati melanjutkan berdasarkan informasi yang diterima KontraS dari beberapa jaringan yang melakukan proses pendampingan, proses pengosongan lahan oleh PT Angkasa Pura I telah berlangsung sejak tanggal 27 November 2017 dan berlangsung selama satu pekan dengan melakukan proses pemutusan aliran listrik. Tak hanya itu ada langkah penutuoan akses keluar maupun masuk warga yang menolak pengosongan, hingga penghancuran secara paksa bangunan milik warga.
Surat terbuka ini juga terkait dengan proses percepatan pengosongan lahan milik warga oleh PT Angkasa Pura, lanjut Yati, beberapa kelompok masyarakat termasuk mahasiswa melakukan aksi solidaritas dengan mendatangi lokasi.
Selanjutnya, kata Yati, aksi solidaritas yang dilakukan oleh kelompok masyarakat dan mahasiswa tersebut, pihak Polres Kulon Progo menganggap tindakan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat dan mahasiswa yang berada di lokasi merupakan tindakan provokatif, sehingga pihak keamanan meminta kelompok masyarakat dan mahasiswa untuk meninggalkan lokasi tempat penggusuran.
Bahwa sempat terjadi aksi saling dorong antara kelompok masyarakat dan mahasiswa yang bersolidaritas dengan aparat keamanan hingga terjadi tindakan kekerasan oleh aparat hari ini.
Yati mengatakan terkait dengan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan setidaknya 3 orang warga atas nama Fajar, Agus, dan Hermanto mengalami luka-luka, sementara 15 orang (Andre, Imam, Muslih, Kafabi, Rifai, Wahyu, Fahri, Rimba, Samsul, Chandra, Mamat, Yogi, Khoirul Muttakim, Abdul Majid Zaelani, Syarif Hidayat) kelompok masyarakat yang ikut dalam aksi solidaritas terhadap warga tersebut ditangkap oleh kepolisian dengan tuduhan provokator.
KontraS menilai telah terjadi sejumlah pelanggaran hukum dan HAM serta bentuk penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Di antaranya Pasal 100 UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 351 KUHP tentang tindakan Penganiayaan, Peraturan Kapolri 8/ 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaran Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Peraturan Kapolri 8/2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak dalam Penanggulangan Huru-Hara.
KontraS juga melihat, tidak terdapat alasan yang masuk akal dengan menggunakan pertimbangan logis atas situasi dan kondisi yang terjadi (reasonable) sehingga menimbulkan kebutuhan yang tidak terhindarkan (nestapa) untuk melakukan penggunaan kekuatan berlebih serta penangkapan sewenang-wenang dalam peristiwa tersebut. Sehingga tindakan yang dilakukan terkesan berlebihan serta menimbulkan kerugian dan korban (proporsionalitas), dan secara jelas tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku (legalitas), sebagaimana prinsip-prinsip yang diatur melalui Pasal 3 Peraturan Kapolri 1/2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian.
"Kontras mendesak Kapolda DIY untuk segera membebaskan 15 orang kelompok masyarakat yang tengah bersolidaritas terhadap warga penggusuran, dan mendesak untuk melakukan proses penyelidikan dan penyidikan terkait tindakan kekerasan dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh anggotanya di lapangan terhadap masyarakat sipil yang bersolidaritas untuk warga penggusuran dan usut kekerasan yang dilakukan oleh anggota kepolisian yang telah mengakibatkan 3 orang luka-luka," kata Yati.
Desakan kedua, Kontras mendesak Kapolda DIY untuk memerintahkan anggotanya menghentikan segala bentuk tindakan-tindakan intimidatif dan provokatif terhadap warga.
Ketiga, mendesak Pemda DIY dalam hal negoisasi dan sosialisasi pengosongan rumah warga harus berdasarkan peraturan perundang-undangan serta mengedepankan dialog."Keempat, lembaga negara seperti Komnas HAM dan Ombudsman dapat dilibatkan sebagai mediator terkait proses permasalahan yang tengah terjadi untuk mencegah terjadinya bentuk pelanggaran HAM dan menjamin adanya pemenuhan terhadap hak-hak warga penggusuran," imbuh Yati. (dtc)