Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Indonesia memiliki luasan padi di lahan kering atau padi ladang sangatlah besar. Namun demikian, potensi besar tersebut belum optimal digarap. Luas panen padi ladang tahun 2017 mencapai 1.155.729 ha atau 7,3% dari total luas panen padi di Indonesia.
Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) Kementan, Haris Syahbudin, mengatakan walau tidak mencapai 10%, namun potensi padi ladang tidak bisa diremehkan. Usaha tani padi ladang seringkali dihadapkan pada berbagai masalah yang menyebabkan produktivitas lebih rendah dibanding padi sawah.
Masalah pada padi ladang seperti rendahnya tingkat kesuburan tanah, terbatasnya air, dan penggunaan pupuk organik oleh petani, serta tingkat kemasaman tanah yang rendah. Usaha tani padi ladang, petani umumnya menggunakan varietas padi lokal yang umurnya relatif lebih panjang dan produktivitasnya lebih rendah.
"Optimalisasi lahan kering dapat dilakukan dengan penggunaan varietas unggul baru seperti Inpago 8, Inpago 9, Inpago 10, dan Inpago 11, dan Inpago 12 Agritan. Selain berumur lebih pendek dan tahan penyakit tertentu, VUB (varietas unggul baru) tersebut juga memiliki potensi hasil yang cukup tinggi," kata Haris dalam keterangan tertulis, Selasa (26/12/2017).
Di Provinsi Jambi, tepatnya di Kabupaten Bungo, pengkajian yang dilakukan BPTP Balitbangtan Jambi melalui kegiatan peningkatan indeks pertanaman (IP) padi ladang dengan menggunakan Inpago 8 mencapai rata-rata hasil pada saat panen 5,28 ton gabah kering panen (GKP) per hektar, sedangkan hasil sebelumnya hanya 3.68 ton/ha GKP atau terjadi peningkatan produksi sebesar 42,7%.
Pengkajian peningkatan IP pada lahan kering di Kabupaten Bungo ini telah dilakukan melalui serangkaian rekayasa teknologi yang meliputi 6 aspek yaitu penggunaan varietas unggul super genjah (VUSG) atau varietas unggul genjah (VUG) berumur 90-104 hari setelah sebar, berproduksi tinggi, teknologi hemat air, tanam benih langsung, dan pengembangan sistem monitoring dini.
Lanjut Haris, di wilayah Kabupaten Aru, Maluku, penerapan beberapa varietas Inpago yang dipadukan dengan penerapan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) menghasilkan 3,5 ton gabah kering panen per hektar, sementara hasil varietas lokal setempat hanya 1-2 ton gabah kering panen per hektar. Provinsi Bangka Belitung tepatnya di Desa Kimak, Kecamatan Merawang, Kab. Bangka, dengan areal 100 hektar rata-rata produktivitas panen inpago 8 mencapai 5,3 ton/hektar.
Berbeda dengan 2 provinsi sebelumnya, di Provinsi Bangka Belitung tepatnya di Desa Nibung dan Desa Sangku, Kecamatan Tempilang, Kabupaten Bangka Barat menggunakan padi lokal untuk optimalisasi lahan keringnya.
"Saat ini, petani sedang menikmati musim panen padi ladang merah varietas 'Balok' dengan potensi panen saat ini mencapai 70 hektar. Demikian juga dengan Kab Bangka, tepatnya di Desa Maras Senang Kecamatan Bakam yang memiliki potensi sekitar 50 hektar," ujar Haris.
Masih di Bangka Barat, varietas lokal tersebut juga ditanam di di Desa Mancung, Kecamatan Kelapa, lahan sawah cetak yang telah dibuka sejak 2015 dengan luasan 108 hektare, pada akhir tahun 2017 sudah dua kali masuk masa panen. Produktivitas rata-rata varietas tersebut mencapai 2,3 ton/hektar.
Dia menambahkan, saat ini Balitbangtan tengah merakit budidaya padi lahan kering atau ladang yang dikenal dengan sistem tanam Larikan Padi Gogo Super atau dikenal dengan LARGO Super.
Perakitan LARGO Super tengah dilakukan Jawa Tengah dan Jawa Barat. Di Provinsi Jawa Tengah, percontohan Largo Super dilaksanakan pada areal 100 hektar. Tepatnya di Kecamatan Puring, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Beberapa desa di Kecamatan Puring memiliki potensi lahan kering terbuka dan lahan tegakan kelapa dengan intensitas naungan kurang dari 50%.
Selain itu, petani di wilayah tersebut pada umumnya menanam padi gogo. Di Jawa Barat, LARGO Super dilaksanakan di Desa Cigendel, Kecamatan Pemulihan, Kabupaten Sumedang. Di Kabupaten ini potensi lahan kering mencapai 42.686 hektar. Ujicoba dilaksanakan pada lahan seluas 5 hektar.
"Meskipun saat ini masih dalam fase pertumbuhan, namun sudah banyak petani yang berminat untuk mengembangkan Largo Super pada Musim Tanam II yang akan dilaksanakan Februari 2018 mendatang dengan luas sekitar 15 hektar," ungkap Haris.
Sementara itu menurut Kepala BPTP Balitbangtan Bangka Belitung, Wahyu Wibawa, meskipun produktivitas beras lokal 'Balok" masih rendah, harga jual beras merah di tingkat petani mencapai Rp 13.000-15.000/kg. Hal ini menjadi potensi pengembangan beras merah di Bangka Belitung. Tak hanya mengandalkan penggunaan VUB, upaya meningkatkan hasil padi ladang juga dilakukan dengan menerapkan komponen teknologi lain. (dtc)