Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) akan mengelola aset bangunan bersejarah Gedung AA Maramis yang berada di Kompleks Kementerian Keuangan. Gedung ini juga dikenal dengan nama Gedung Daendels.
Gedung dengan arsitektur Eropa ini terletak di jalan Dr Wahidin, Jakarta Pusat, sejajar dengan kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Jika melewati Jalan Budi Utomo, gedung ini terletak di sebelah kiri jalan.
Lapangan di depan gedung biasanya digunakan untuk upacara oleh Menteri Keuangan dan Menko Perekonomian. Direktur Utama LMAN Rahayu Puspasari menjelaskan saat ini LMAN dengan pihak terkait masih melakukan diskusi dengan pihak pengelola gedung seluas 12.000 meter persegi ini.
"Gedung ini adalah aset sejarah perkantoran terbesar se-Asia Tenggara, jadi dalam skema ini LMAN diamanahkan untuk merekonstruksi baik desain maupun bentuk. Memang tantangannya sangat besar, karena harus mempertahankan nilai sejarah gedung yang sudah berusia 200 tahun ini ada intangible asset-nya" ujar Puspa dalam konferensi pers di Hotel Morrissey, Jakarta, Rabu (27/12/2017).
Intangible asset secara harfiah artinya adalah aset tak berwujud. Namun sambil bercanda, Puspa merujuk intangible asset dimaksud sebagai hantu yang berada di gedung warisan zaman penjajahan Belanda.
Dia menjelaskan LMAN akan mengelola aset dan akan melakukan renovasi agar gedung AA Maramis ini menjadi iconic spot atau tempat yang memiliki ciri khas.
"Kalau untuk nilainya berapa, saya belum bisa jawab, karena itu aset bersejarah selain nilai bangunan dan nilai tanah, nilai historisnya juga sangat besar dan gedung ini jadi salah satu kebanggaan Kementerian Keuangan," imbuh dia.
Puspa menjelaskan, pada 2013 saja biaya yang dikeluarkan untuk memulihkan interior dan eksterior biayanya mencapai Rp 300 miliar. Saat ini pihak LMAN menggandeng tim sidang pemugaran (TSP) dan pusat dokumentasi arsitek (PDA) untuk membicarakan konsep pemugaran gedung tersebut.
Dia mengungkapkan, sudah ada beberapa pihak yang mengajukan diri untuk mengelola, jika gedung tersebut sudah selesai diperbaiki.
"Sebenarnya nanti ada tim kita, LMAN maunya dikomersilkan, karena banyak potensi, kita mau ini jadi iconic asset milik pemerintah, kami masih lihat terus prospeknya, kalau swasta sih maunya jadi hotel," ujarnya.
Berdasarkan website Kementerian Keuangan Gedung AA Maramis dibangun pada 7 Maret 1809 atas Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels, untuk memindahkan istana Batavia yang mulai kumuh di muara Sungai Ciliwung ke wilayah pusat ibu kota baru Weltevreden.
Bangunan ini semula dirancang sebagai pendamping istana Gubernur Jenderal di kota Bogor (Buitenzorg Paleis) oleh seorang arsitek Ir. Letkol JC. Schultze. Pada tahun 1828 bangunan ini diresmikan oleh Komisaris Jenderal L.P.J Du Bus de Ghisignies.
Namun karena keterbatasan biaya bangunan tidak dipergunakan sebagai istana tetapi sebagai kantor besar urusan keuangan negara dan instansi pemerintah penting lainnya.
Sejak tahun 1828 sampai 1942 dan berlanjut di zaman kekuasaan Jepang di Indonesia antara tahun 1942-1945 serta jaman NICA tahun 1945-1949, akhirnya gedung tersebut diserahkan kepada Negara Republik Indonesia di tahun 1950, dan dilanjutkan pemanfaatannya sebagai kantor Kementerian Keuangan RI dengan Menteri Keuangan pertamanya yaitu A.A. Maramis.
Keterkaitan gedung tersebut dengan berbagai tokoh dan peristiwa dalam kurun waktu 200 tahun, baik secara fisik maupun semantik, menjadikan bangunan tersebut penting dari segi sejarah, kebudayaan dan ilmu pengetahuan nasional.
Oleh karena itu, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, maka Gedung A.A. Maramis dimasukkan ke dalam Cagar Budaya yang wajib dilindungi, dipelihara, dan dimanfaatkan.
Hal ini juga sejalan dengan rekomendasi UNESCO mengenai bangunan dan lingkungan cadar budaya secara mendasar yaitu "Saving the Past for the Future and Give a Future to the Past." (dtc)