Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Indonesia dinilai memiliki siklus atau kejadian rutin yang dialami setiap 10 tahun. Mulai dari krisis moneter pada 1998 dan krisis keuangan pada 2008.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menjelaskan, secara umum kondisi perekonomian Indonesia tahun 2018 ini sangat berbeda dengan kondisi 1998 atau 2008.
"Kondisi ekonomi kita dibanding 1998 atau 2008 sangat berbeda. Ini terlihat dari 3 rating agency yang memberikan predikat investment grade, seperti Fitch yang meningkatkan menjadi BBB," kata Agus di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (3/1/2017).
Dia menjelaskan, peningkatan rating tersebut langsung direspon oleh pelaku pasar keuangan. Meskipun akhir tahun sudah memasuki musim liburan.
Agus menjelaskan saat ini kondisi ekonomi nasional baik, tercermin dari nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang depresiasinya mengecil. Menurut dia, ini terjadi karena pelaku pasar mulai nyaman dengan ekonomi domestik.
Dia menjelaskan, selama 2 minggu terakhir, dana asing masuk ke pasar modal meningkat dan juga berperan terhadap tersedianya valuta asing.
"Jadi saya ingin respons, jika nilai tukar rupiah menguat secara umum karena kondisi ekonomi nasional baik, di luar negeri memang ada risiko tapi tidak terlalu besar," imbuh dia.
Tahun lalu volatilitasnya 8%, tahun ini 3,1%. Menurut Agus ini sejalan dengan inflasi yang berada dalam kondisi baik, stabilitas terjaga, aliran masuk dana asing ke Indonesia Rp 138 triliun. Kemudian credit default swap tahun lalu 157, tahun ini 85.
"Ini adalah indikator yang dipakai oleh investor untuk melihat kerentanan di suatu negara dan Indonesia bisa di bawah 100 capai 85 itu cukup baik," kata Agus.
Nilai tukar juga mempengaruhi cadangan devisa RI, tahun ini data terakhir per November 2017 berada di posisi US$ 125 miliar meningkat dibanding akhir tahun lalu US$ 116 miliar. Dari data BI tahun lalu (2016) nilai tukar rupiah terhadap dolar AS adalah mata uang yang terbaik kedua setelah Yen Jepang. Saat itu Yen Jepang terapresiasi 2,85% kemudian, rupiah 2,25%, kemudian diikuti oleh Thailand Baht yang terapresiasi 0,5%.
Sedangkan mata uang negara tetangga seperti Malaysia Ringgit terdepresiasi 4,53%, Filipina Peso 5,67%, Dolar Singapura 2,14%, Won Korea 2,66%, Yuan China 6,95%, Rupee India 2,46% . (dtc)