Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Sarudik. Sejak keluarnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pelarangan Penggunaan Alat Tangkap Jenis Pukat Tarik (Seinse Net) dan Pukat Hela (Trawl Net), banyak pemilik pukat ikan (PI) di Tapanuli Tengah (Tapteng) maupun Kota Sibolga mencoba beralih alat tangkap dengan alat tangkap yang diperbolehkan, semisal Purse Seinse atau Gill Net. Walau demikian, ternyata masih ada saja nelayan yang membandel dengan tetap mengoperasikan kapal penangkap ikan sejenis cantrang itu.
"Sudah banyak pengusaha yang sadar dan berusaha merombak kapal PI-nya dengan alat tangkap ramah lingkungan yang diperbolehkan pemerintah. Ada pula pengusaha yang memilih menidurkan kapal PI-nya karena tidak ada modal untuk mengganti alat tangkap. Tapi, dari informasi yang kita dengar, ditambah bukti beberapa kasus penangkapan kapal-kapal PI yang masih beroperasi oleh aparat terkait, baik Angkatan Laut, Polairud maupun petugas Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), ternyata masih ada saja pengusaha PI yang membandel," terang Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga, Rustardi kepada medanbisnisdaily.com, di PPN Sibolga, Minggu (7/1/2018).
Dirinya mengaku, sudah tidak lagi mengeluarkan izin untuk pengoperasian kapal PI dan sejenisnya sejak keluarnya Permen KKP Nomor 2.
"Dari data yang kami miliki, hingga tahun 2015, terdapat 50 unit PI yang memiliki izin, dari ratusan kapal PI yang beroperasi di sekitar perairan Tapteng dan Sibolga. Tapi setelah masa tenggang yang diberikan pemerintah hingga Desember 2016, kita tidak lagi melayani pengurusan izinnya, walau di beberapa daerah pemerintah memperpanjang masa toleransi hingga Desember 2017," ujarnya.
Masih beroperasinya kapal-kapal PI di perairan Tapteng sekitarnya, juga diakui oleh beberapa nelayan pukat cincin, A Sianturi dan Robin. Kedua nelayan yang ditemui di salah satu tangkahan perikanan di Pondok Batu, Minggu (7/1/2018) mengaku masih sering bertemu kapal-kapal PI yang tengah beroperasi di sekitar pulau-pulau yang ada di wilayah Tapteng.
"Masih sering sih kita temui, baik saat berpapasan dil aut atau saat mereka sedang beroperasi, biasanya tidak jauh dari pulau, semisal Pulau Mursala, Kalimantung, Pulau Bakar dan lain-lain," ungkap mereka.
Menurut mereka, masih beroperasinya kapal-kapal PI ini sangat mudah dibuktikan, yakni dari hasil tangkapan yang diperoleh.
"Kalau jenis ikannya beragam, termasuk ikan dasar, lalu kondisi kualitas ikannya agak rusak, itu jelas hasil tangkapan PI. Kita bisa mengamati langsung di tangkahan-tangkahan perikanan yang ada disini," jelasnya lagi.
Medanbisnisdaily.com yang belum puas memperoleh informasi tentang masih adanya kapal PI yang membandel, mencoba mengkonfirmasi dua orang nelayan yang selama ini masih menjadi ABK kapal PI.
Kedua ABK PI yang tidak mau menyebutkan nama demi alasan keamanan ini mengakui bahwa mereka hingga kini masih tetap beroperasi secara normal, walau sembunyi-sembunyi.
"Masih banyak yang beroperasi seperti kami, walau sembunyi-sembunyi dan kucing-kucingan dengan aparat. Biasanya alat tangkap kami tinggal di pulau, saat hendak beroperasi baru dipasang. Begitu pun, usai melaut, alat tangkap kami tinggal di pulau, hasil tangkapan saja yang kami bawa ke tangkahan," tutur mereka.
Walau mengetahui secara persis risiko yang bisa mereka terima jika tertangkap, kedua nelayan ini mengaku terpaksa terus bekerja menjadi ABK kapal PI demi menghidupi keluarga.
"Kami tahu, kalau bekerja menjadi ABK PI ini, risikonya sangat berat, bisa dipidana. Tapi mau bagaimana lagi, risiko penjara itu menurut kami masih kecil dibandingkan risiko kelaparan dan tidak mampu menyekolahkan anak. Apalagi berbeda dengan jenis alat tangkap lain yang hasil tangkapan tergantung kondisi musim dan cuaca, PI ini penghasilannya lebih tetap serta cukup lumayan. Mau bagaimana lagi, kami tidak punya keahlian untuk bekerja didarat, sementara ABK kapal jenis lain pun pendapatannya tidak menentu," tandas mereka .