Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Komisi B DPRD Sumut menduga ada pihak-pihak tertentu yang mengendalikan harga di pasar sehingga pedagang tidak menerapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras yang telah berlaku September lalu.
"Kalau peraturan itu tidak jalan, berarti sulit dilaksanakan. Atau ada pihak yang kendalikan pasar sehingga secara serentak petani tidak pakai HET beras dan terjadi lonjakan harga," ujar anggota Komisi B DPRD Sumut, Richard Sidabutar kepada MedanBisnis, Rabu (10/1/2018).
Diketahui, Kementerian Perdagangan (Kemendag) per 24 Agustus 2017 lalu mengeluarkan peraturan terkait HET betas premium yang dipatok untuk wilayah Sumatera yakni Rp 9. 950 per kg untuk jenis medium dan Rp 13.300 untuk premium. Namun dalam satu bulan terakhir terjadi lonjakan harga dipasar dengan besaran mencapai Rp 1.000 per kg seperti jenis beras IR 64 dan beras kuku balam (KKB) menjadi Rp 12.000 per kg.
Ia mempertanyakan, bila kebijakan HET beras tersebut sulit dilaksanakan, apa masih mau diteruskan atau pemerintah akan melakukan revisi. "Apa ada jalan yang lain, pemerintah harus melihat kenyataan di lapangan. Kalau alasan karena stok menipis belum masuk panen, itu kan harus cepat diantisipasi," imbuhnya.
Lagipula, lanjut politisi Partai Gerindra ini, HET beras medium belum membawa keuntungan bagi petani. Pasalnya, tidak ada hubungannya HET beras dengan petani sebagai produsen gabah. "Kalau sudah jadi beras, bukan petani lagi yang untung. Karena petani tidak terlibat lagi setelah dikarungi jadi beras," ucapnya.