Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta - Tahun politik bak pisau bermata dua, bisa menjadi sentimen negatif atau pun positif bagi dunia investasi. Jika salah menentukan strategi investasi bisa jadi dana yang ditanamkan justru akan tergerus.
Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada menjelaskan, memang biasanya di tahun politik seperti adanya Pilkada Serentak peredaran uang di masyarakat akan meningkat. Lalu timbul persepsi saham consumer, ritel dan perbankan akan naik lantaran kinerja yang meningkat.
"Itu benar, tapi saham itu sifatnya sensitif sekali. Ketika orang sudah ramai-ramai masuk saham itu, lalu ternyata tidak ada imbasnya, mereka akan cepat keluar dari saham itu. Tiba-tiba bisa langsung melemah," ujarnya saat dihubungi detikFinance, Jumat (12/1/2017).
Oleh karena itu, meski tahun politik juga memberikan peluang, fluktuasi investasi di instrumen saham akan lebih tinggi. Belum lagi adanya kemungkinan terjadi gejolak politik yang menimbulkan konflik.
Reza merekomendasikan agar lebih memilih instrumen investasi yang lebih aman seperti obligasi ataupun reksadana berjenis pasar uang. Sebab kedua instrumen tersebut berbasis investasi yang cenderung kebal terhadao isu, meskipun returnnya cenderung lebih moderat.
"Obligasi atau reksadana pasar uang ya mungkin lebih stabil. Kecuali kalau ada perubahan arah kebijakan dari BI, perubahan tingkat suku bunga, lalu risiko rupiah yang tiba-tiba melemah. Tapi kalau tidak ada perubahan dari komponen makro itu saya pikir pegerakan dari obligasi dan reksadana yang berbasiskan obligasi dan rupiah masih bisa stabil," tandasnya.
Meski begitu Reza memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun ini bisa menyentuh level tertinggi di posisi 6.950. Posisi tersebut bisa terjadi di pertengahan tahun ataupun akhir tahun.
"Kalau rilis kinerja emiten positif bisa di Juni, tapi bisa juga investor menunggu window dressing di akhir tahun," tandasnya.dtc