Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Ketua Komisi A DPRD Sumut, Nezar Djoeli menyatakan, pemerintah pusat melalui BUMN seringkali membohongi masyarakat dengan mengatasnamakan pembangunan di Provinsi Sumut, dalam hal pembayaran pembebasan lahan.
"Biaya pembebasan lahan selalu bermasalah. Mereka melakukan pembangunan tapi tidak menyelesaikan kewajiban itu dan akhirnya meninggalkan bom waktu dan benang kusut bagi masyarakat sekitar," ujarnya kepada wartawan, di Medan, Kamis (1/2/2018).
Penyelesaian pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai Seksi I Tanjungmulia-Helvetia sampai hari ini masih terkendala proses pembebasan lahan, padahal ditargetkan selesai pada Oktober 2017. Jalan Tol Medan-Binjai Seksi 1 dirancang sepanjang 6,071 kilometer dengan kebutuhan lahan 36,66 hektar. Seksi 2 sepanjang 9,051 kilometer dengan kebutuhan lahan 46,36 hektar dan Seksi 3 sepanjang 10.319 kilometer dengan kebutuhan lahan 61,04 hektar. Total luas lahan yang harus dibebaskan 25,441 hektar dengan kebutuhan lahan 144,06 hektar. Angaran yang disediakan untuk pembangunan jalan tol ini sekitar Rp 1,1 triliun.
Dikatakan politikus Partai NasDem ini, proses pembebasan lahan Tol Medan -Binjai seksi Helvetia -Tanjung Mulia (5,6Km) terkendala karena warga tidak mau terima harga yang ditentukan pemerintah, yakni appraisal menurut UU no 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
"Kini prosesnya melalui pengadilan dan berkasnya sudah diajukan ke pengadilan. Dan menurut Menteri PUPR, bagi tanah warga yang masih diproses di pengadilan belum ada putusannya," kata Nezar.
Seharusnya, lanjut Nezar lagi, tanah dibayar dahulu sewanya sampai ada putusan pengadilanya, agar pembangunan jalan Tol nya tidak terkendala dan tidak akan meninggalkan persoalan baru bagi rakyat Sumut.
Untuk proses pengadaan jasa appraisal sama seperti pengadaan konsultan perencana/pengawas, bisa penunjukan langsung atau lelang biasa. Karena patokan menghitung nilai ganti rugi itu bukan dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), tapi nilai pasar.
"Appraisalnya itu siapa yang tunjuk dan sekarang pembebasan tanah masih berdasarkan NJOP. Kalau masyarakat tidak mau terima dananya, baru pemerintah mengajukanya ke pengadilan. Dan dananya dititipkan di pengadilan," ucapnya.
Seharusnya, tambah Nezar, selesaikan appraisal itu baru lakukan pembangunan, jangan kebalikannya dengan mengiming-imingkan uang sewa lahan yang akan diberikan dalam kurun waktu 1 atau 2 tahun.
"Jangan ujung-ujungnya rakyat yang tertindas dan tiang atau pun pondasi jalan tol sudah tidak dapat dibongkar," ungkapnya.