Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan KPK bisa diangket DPR. Suara mereka terbelah, 4 dari lima tidak setuju dengan putusan itu. Siapa saja mereka?
Sesuai UUD 1945, komposisi hakim konstitusi terdiri dari 3 orang dari unsur DPR, 3 orang dari unsur Presiden dan 3 orang dari unsur Mahkamah Agung (MA). Hal itu untuk mengejewantahkan komposisi teori klasik trias politika yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Nah, berdasarkan catatan, Jumat (9/2), keempat hakim konstitusi yang menyatakan DPR tak berwenang mengajukan hak angket KPK ada 4 orang. Mereka adalah Maria Farida Indarti, I Dewa Gede Palguna, Saldi Isra dan Suhartoyo. Tiga nama pertama merupakan hakim konstitusi pilihan Presiden.
Maria Farida merupakan guru besar UI dalam bidang ilmu perundang-undangan. Adapun I Dewa Gede Palguna merupakan pengajar Universitas Udayana dan Saldi Isra merupakan guru besar Universitas Andalas.
Maria menjadi hakim konstitusi sejak 2008 dan akan berakhir pada 13 Agustus 2018 ini.
Palguna lebih senior yaitu hakim konstitusi 2003-2008. Sempat kembali mengajar di kampusnya selama 7 tahun, Palguna kembali menjadi hakim konstitusi untuk periode 2015-2020
Bagaimana dengan Saldi? Ia merupakan hakim konstitusi paling junior yang masuk per 11 April 2017 lalu.
Suara hakim konstitusi dari unsur presiden ini ditambah 1 suara dari unsur Mahkamah Agung (MA), Suhartoyo. Suhartoyo memilih berseberangan dengan dua rekannya yang sama-sama dari MA dalam putusan itu, yaitu Anwar Usman dan Manahan Sitompul.
Dalam putusan itu, hakim konstitusi dari unsur DPR kompak 'menguatkan' peran DPR dalam mengawasi KPK lewat hak angket. Yaitu Arief Hidayat, Aswanto dan Wahidudins Adams. Sehingga secara komposisi, putusan ini merupakan kolaborasi DPR-MA minus Suhartoyo Vs Presiden.
Pertarungan antara hakim konstitusi berjalan alot dengan hasil akhir KPK berhak diangket oleh DPR dengan alasan KPK bagian dari eksekutif.(dtc)