Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah membuat zonasi penangkapan ikan. Zonasi penangkapan ikan di wilayah laut 0 - 4 mil di bawah 5 Grosse Tonase (GT), 4 - 12 mil dengan kapal 5 GT hingga 30 GT, dan 12 mil dengan kapal 30 GT ke atas. Terkait penyelesaian konflik nelayan, KKP akan ke Sumut untuk melakukan penataan dan pengukuran ulang tonase kotor kapal motor.
"Ini solusi yang diberikan Kementerian KP saat Kunjungan Komisi B DPRD Sumut kemarin yang diterima langsung oleh Dirjen Perikanan Tangkap, Syarif Wijaya. Beliau juga menyatakan bahwa perjalanan permasalahan alat tangkap ikan sudah cukup panjang sejak tahun 1980 an. Tinggal penegakan dan implementasinya dan pemerintah pusat tidak pernah mengeluarkan izin untuk alat tangkap pukat trawl," ujar anggota Komisi B DPRD Sumut, Richard Sidabutar kepada medanbisnisdaily.com, Jumat (23/2/2018).
Selain itu, katanya, KKPjuga sedang dalam pelaksanaan proses pergantian alat tangkap ikan yang sudah mulai ditata. Di mana pendataan dan ukur ulang dilakukan dengan skema yakni kapal tangkap lebih kecil dari 10 GT diganti, kemudian 10 GT - 30 GT lewat pembiayaan pinjaman dan di atas 30 GT dipindah ke lokasi yang lebih baik.
"Untuk itu, kita meminta Gubsu agar segera menyurati KKP untuk menugaskan Dirjen Perikanan Tangkap agar menuntaskan masalah-masalah yang muncul dengan terbitnya Permen KP No 71 tahun 2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia," kata Richard.
Sebab, lanjut politisi Partai Gerindra ini, berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) disebutkan wilayah zona laut 0 sampai 12 mil kewenangan Pemerintah propinsi. Sehingga penangkapan ikan dan penempatan alat tangkap ikan perlu dilakukan zonasi.
"Provinsi menetapkan melalui RTRW yangmengatur budidaya perikanan, pengolahan perikanan dan lainnya, lalu kabupaten/kota akan atur zonasi wilayah perairannya," kata Richard.
Dilanjutkannya, Permen KP No 71/2016 adalah semangat untuk melindungi sumber daya ikan, menata penangkapan ikan lebih baik dan melindungi nelayan tradisional dengan alat tangkap yang ramah lingkungan.
"Untuk itu perlu ada kepastian hukum serta regulasi dan pengaturan yang lebih baik," imbuhnya.
Sementara dalam menghindari konflik antara nelayan tradisional dan nelayan korporasi besar, perlu dibentuk tim mediasi yang bertujuan menanggulangi dan mencegah konflik di masa mendatang dengan melibatkan semua pihak/pemangku kepentingan.
"Implementasi Permen KP mesti berjalan dan bagi yang melanggar ketentuan mesti ada sanksi diberikan," tutur Richard.