Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Damaskus. Korban tewas akibat gempuran udara di wilayah Ghouta Timur, Suriah, terus bertambah. Selama lima hari gempuran berlangsung, sedikitnya 416 orang tewas, termasuk anak-anak.
Seperti dilansir Reuters dan AFP, Jumat (23/2), kelompok pemantau konflik Suriah, Syrian Observatory for Human Rights, menyatakan sejauh ini 416 orang tewas akibat gempuran udara sejak Minggu (18/2) malam waktu setempat. Terdapat sedikitnya 95 anak-anak di antara korban tewas.
Hujan yang mengguyur pada Kamis (22/2) pagi waktu setempat, sempat membuat jet tempur Rusia berhenti melakukan gempuran. Namun begitu langit kembali terang pada siang hari, gempuran udara kembali berlanjut. Lebih dari 2.100 orang mengalami luka-luka akibat gempuran itu. Jet-jet tempur juga menargetkan area permukiman dan belasan rumah sakit di Ghouta Timur. Hal ini mempersulit upaya untuk merawat korban luka.
Syrian Observatorymelaporkan gempuran udara tidak hanya dilakukan militer Suriah, tapi juga militer Rusia -- sekutu rezim Presiden Bashar al-Assad dalam konflik Suriah. Otoritas Rusia sejauh ini menyangkal terlibat langsung dalam gempuran di Ghouta Timur. Namun laporan surat kabar lokal, Al-Qatan, yang propemerintah Rusiah, menyebut pesawat perang Rusia dan para penasihat militer Rusia ikut bergabung dalam pertempuran.
Dalam pernyataan pada Kamis (22/2), Amerika Serikat menyebut Rusia memiliki 'tanggung jawab unik' atas jatuhnya korban tewas di Ghouta Timur. "Tanpa Rusia mendukung Suriah, kehancuran dan kematian jelas tidak akan terjadi," sebut juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Heather Nauert.
Menanggapi situasi genting di Ghouta Timur ini, Dewan Keamanan PBB akan menggelar voting untuk resolusi soal gencatan senjata selama 30 hari di Suriah. Gencatan senjata ini bertujuan untuk memberi akses pada bantuan kemanusiaan dan evakuasi warga sipil di Ghouta Timur.
Voting dijadwalkan akan digelar pada Jumat (23/2) siang sekitar pukul 11.00 waktu AS. Resolusi yang diajukan oleh Swedia dan Kuwait itu telah mengalami sejumlah revisi dan amandemen.
Rusia, yang memiliki hak veto sebagai anggota permanen Dewan Keamanan PBB, menyebut gencatan senjata di Suriah tidak bisa diterapkan tanpa berkonsultasi dengan pihak-pihak yang terlibat konflik. Tapi diketahui bahwa perundingan antara rezim Suriah dan kelompok pemberontak yang menguasai Ghouta Timur gagal terwujud.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, menyebut para pemberontak di Ghouta Timur menolak kesepakatan evakuasi yang ditawarkan. "Beberapa hari lalu, militer kami di Suriah menyarankan para petempur agar mereka menarik diri secara damai dari Ghouta Timur, seperti evakuasi petempur dan keluarganya yang dilakukan di Aleppo Timur," ucapnya.
Ghouta Timur yang terletak di pinggiran Damaskus, merupakan distrik besar terakhir di dekat ibu kota Suriah yang masih dikuasai kelompok pemberontak. Pasukan loyalis Assad mengepung nyaris 400 ribu warga sipil yang terjebak di wilayah itu selama bertahun-tahun. Pengepungan itu semakin diperketat sepanjang tahun ini dan gempuran ke kawasan itu terus ditingkatkan demi mengusir pemberontak di dalamnya. (dtc)