Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Komisi B DPRD Sumatera Utara mendorong pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Tata Batas dan Alih Fungsi Lahan Hutan, untuk menyelesaikan masalah sengketa lahan di Sumatera Utara (Sumut).
Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumut, Aripay Tambunan mengatakan, dengan adanya Pansus tersebut, maka persoalan lahan di Sumut, seperti tumpang tindih perizinan lahan perkebunan hingga pengelolaan lahan hutan secara ilegal dapat teratasi. Sebab, banyak konflik di Sumut saat ini yang dipicu masalah lahan. Salah satunya kebun plasma di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) yakni antara PTPN IV, PT Palmaris dan KUD Plasma Pasar Baru yang dikelola masyarakat di Kecamatan Batahan.
"Ada tumpang tindih lahan antara PTPN IV, PT Palmaris dan masyarakat. Kalau satu bidang tanah dianggap ada kepemilikan beberapa pihak, pasti menjadi persoalan. Malah ini yang lebih runyam nanti, karena masyarakat sudah mau mematok katanya. Ini kan bisa menimbulkan konflik horizontal, yang seperti ini harus kita hindari. Dan ini bukan hanya di Madina, banyak juga persoalan begini di tempat lain yang tumpang tindih dab belum clear," kata Aripay usai rapat dengar pendapat dengan PTPN IV dan Pemkab Madina, di gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol, Medan, Rabu (28/2/2018).
Untuk itu, lanjut Aripay, pihaknya mendorong pembentukan Pansus agar permasalahan tersebut dapat diatasi.
"Dengan pansus, maka betul-betul rekomendasinya mengikat dan final. Kalau RDP ini kan cuma solusi-solusi jangka pendek," ujarnya.
Aripay menambahkan, Komisi B kecewa karena PT Palmaris tidak hadir dalam rapat tersebut sehingga Komisi B tidak mendapatkan informasi yang lengkap terkait sengketa lahan. Karena itu, Komisi B akan menjadwalkan ulang kembali rapat dengan mengundang seluruh pihak terkait agar persoalan lahan di Madina tersebut benar-benar tuntas.
Anggota Komisi B Richard Sidabutar menambahkan, pihaknya akan turun ke lokasi untuk melihat secara langsung lahan yang dipersoalkan tersebut.
Richard juga memastikan bahwa alas hak lahan yang dipersoalkan ini bermasalahan karena masing-masing pihak saling mengklaim. Namun ia menegaskan bahwa PTPN IV harus membangun plasma seluas 20% dari luas konsesi hak guna usaha sesuai UU No. 18/2004 tentang Perkebunan dan Permentan No. 98/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan bahwa plasma masyarakat dapat dibangun dari lahan di luar konsesi yang luasnya setara dengan 20% HGU.