Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15/PMK.03/2018 tentang Cara Lain untuk Menghitung Peredaran Bruto bagi Wajib Pajak (WP) terbit. Lewat aturan ini, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak berwenang menentukan omzet usaha WP.
Target aturan itu adalah WP orang pribadi yang menjalankan usaha dan WP badan usaha yang membuat pembukuan, namun tak sepenuhnya dilaporkan, atau tidak membuat pembukuan. Aturan ini tidak berlaku bagi WP yang omzetnya Rp 4,8 miliar ke bawah dalam satu tahun.
Menurut Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, aturan bakal membuat resah, kenapa?
"Kenapa resah? Karena di situ diatur delapan metode penghitungan peredaran bruto, pendekatan konsumsi, biaya hidup, transaksi tunai," kata Prastowo kepada detikFinance, Jumat (2/3/2018).
Penghitungan omzet usaha itu berdasarkan transaksi tunai dan non tunai, sumber dan penggunaan dana. Kemudian, satuan dan/atau volume, penghitungan biaya hidup, pertambahan kekayaan bersih, berdasarkan surat pemberitahuan atau hasil pemeriksaan tahun pajak sebelumnya, proyeksi nilai ekonomi, dan penghitungan rasio.
Menurut Prastowo, agar tidak membuat keresahan, Ditjen Pajak harus memperjelas pengertian kata 'tidak sepenuhnya' supaya tidak ditafsirkan berbeda dan menjadi celah bagi pemeriksaan memaksakan penggunaan delapan cara penghitungan peredaran bruto.
"Catatan kedua apakah penggunaan cara lain ini menutup hak WP untuk menyanggah saat pemeriksaan? Untuk memitigasi risiko, sebaiknya tetap diberi kesempatan bagi WP untuk memberikan penjelasan," tutur Prastowo.dtc