Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengeluarkan pernyataan bahwa teknologi finansial hanya penyedia platform yang menghubungkan antara pemodal dan peminjam. Karena itu tidak diperkenankan menggunakan logo OJK sebagai bentuk validasi kegiatannya.
Hal tersebut ditanggapi oleh Asosiasi FinTech Indonesia (AFTECH). Asosiasi meminta OJK untuk mengenali lebih dekat, membedakan dan mengawasi kegiatan teknologi finansial (tekfin), khususnya yang bergerak di usaha peer to peer lending, secara proporsional.
Wakil Ketua Umum AFTECH Adrian Gunadi menjelaskan, fintech memiliki fitur yang bisa diawasi oleh OJK. Misalnya tata kelola usaha yang baik, yang mencakup transparansi transaksi, pelaporan dengan melibatkan auditor independen, manajemen risiko yang tertata rapi untuk melindungi konsumen dan pelaku usaha yang utamanya untuk menekan non performing loan (NPL).
"Hal tersebut bisa menjadi pertimbangan OJK dalam menilai penyedia peer to peer lending kredit dan investasi online yang berkualitas," kata Adrian dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (6/3).
Menurut Adrian, sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 77 tahun 2016, setiap perusahaan tekfin boleh mencantumkan logo OJK di situs agar masyarakat merasa aman, karena perusahaan terdaftar di OJK.
Dia menjelaskan, fitur pemodal dan peminjam tersebut yang harus diawasi OJK. Adrian mengatakan penyedia P2P lending dapat dan perlu dilindungi oleh asuransi penjaminan.
"Hal ini yang dapat didorong oleh OJK, daripada melarang pemanfaatan identitas OJK dan menyatakan tidak akan bertanggungjawab atas kegiatan tekfin P2P lending dan risiko yang mungkin menimpa nasabah atau konsumen," imbuh dia.
Adrian mengungkapkan, fungsi kontrol yang baik dari pihak regulator akan otomatis menyeleksi pelaku usaha yang tidak bersungguh-sungguh. Menurut dia, kegiatan usaha yang diatur dan dilindungi oleh regulasi OJK justru menjaga pelaku tekfin dari kemungkinan menyalahgunakan dana masyarakat.
"Karena penyaluran dananya kan dipantau melalui mekanisme perbankan. Potensi kolaborasi tekfin dan institusi keuangan lainnya bahkan terus meningkat dalam waktu dekat," ujar dia.
Peer to peer lending menurut Adrian memiliki segmentasi bisnis yang berbeda-beda. Mulai dari yang fokus ke dana talangan konsumen dengan nominal di bawah Rp 3 juta dan termin pinjaman kurang dari 1 minggu, hingga yang melayani pinjaman untuk modal usaha mikro kecil menengah (UMKM) hingga Rp 2 miliar dengan termin pembayaran 1 - 12 bulan.
Dia menambahkan, bunga yang diberikan sesuai dengan karakteristik produk dan pendekatan mitigasi risikonya berbeda untuk masing-masing layanan.
"Sehingga inilah yang menentukan tingkat bunga pinjaman yang ditawarkan dengan tetap menekankan pada aksesibilitas dan kecepatan proses," ujarnya. (dtf)