Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Keduanya membahas soal potensi ganti rugi masyarakat yang digusur dari tanah negara.
Sofyan mengatakan, dirinya menemui Jokowi untuk membahas soal penertiban penduduk yang menempati lahan milik negara. Pemerintah akan mengkaji adanya payung hukum agar korban penertiban (penggusuran) itu bisa mendapat uang kerahiman.
"Misalnya selama ini kalau tanah kita bebaskan untuk kepentingan publik untuk PSN (Proyek Strategis Nasional), bisa diberikan kerahiman. Tapi kalau bukan PSN kan tidak bisa diberikan tanda kerahiman," jelas Sofyan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (21/3).
Sofyan mencontohkan penggusuran untuk pelebaran kereta api. Korban penggusaran seperti ini diharapkan dapat ganti rugi.
"Kita sedang memikirkan bagaimana jalannya supaya misalnya orang yang terpaksa digusur yang sudah lama tinggal, misal untuk pelebaran kereta api, memang di tanah PT Kereta Api selama ini kita nggak bisa bayar, nggak bisa ganti rugi. Dan memang nggak bisa diganti rugi," ujarnya.
Sofyan mengatakan Jokowi menanggapi usulan dirinya itu. Ada kemungkinan bahkan dilakukan pengubahan Perpres (peraturan presiden).
"Ya presiden sudah tadi, kita lihat lagi bagaimana mengubah perpresnya barangkali, intinya adalah kalau pembebasan lahan, kemudian di atas tanah negara, tetapi orang mendiami itu dengan itikad baik dan jangka panjang, nah itu kalau mereka dipindahkan itu harus ada bagaimana mekanisme supaya ada sejenis dana kerahiman. Sekarang dana kerahiman nggak ada, kecuali untuk proyek PSN," jelas Sofyan.
Meski demikian, Sofyan belum bisa merinci berapa besar kerahiman itu akan diberikan. Beberapa skema sedang dikaji saat ini.
"Itu nanti akan dilihat apakah misalnya dengan kombinasi, orang direlokasi, kalau ada proyek perumahan rakyat rusunawa rusunami itu kan bisa. Nah, sehingga orang itu yang tinggal di tanah tanah negara yang dilakukan dengan itikad baik dan sekian puluh tahun nggak pernah diganggu-ganggu, gitu kan, nah wajar saja. Oleh sebab itu, sedang dipikirkan apakah perpresnya direvisi," kata Sofyan.(dtc)