Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Bagi warga Tionghoa, Cheng Beng merupakan salah satu tradisi yang dianggap sangat penting untuk dilakukan. Karenanya, dimanapun berada, setiap orang Tionghoa diharuskan pulang ke kampung halamannya agar dapat berziarah ke makam para leluhur, sebagai wujud dari sikap penghormatan mereka.
Salah satu tokoh Tionghoa Sumatera Utara (Sumut), Berry CWT mengatakan, Cheng Beng itu wajib dilakukan setiap 10 hari sebelum dan 10 sesudah puncak Cheng Beng berlangsung. Pada tahun ini, puncak Cheng Beng berlangsung pada 5 April, sehingga awal Cheng Beng akan dimulai pada Selasa (27/3/2018).
"Makna Cheng Beng itu ialah berziarah dan bersembahyang di makam leluhur. Jika tidak dilakukan, akan dianggap tidak berbakti atau durhaka pada leluhurnya," ungkapnya kepada Medanbisnisdaily.com di Medan, Senin (26/3/2018).
Selain itu, bila Cheng Beng tidak dilakukan, jelas Berry, maka juga diyakini akan berpengaruh pada kehidupan, termasuk dalam usaha dan keturunannya. Karena dianggap sudah kualat kepada leluhurnya.
"Untuk itu, dalam Cheng Beng ini wajib untuk kembali. Mau dimanapun, baik di dalam atau diluar negeri harus pulang ke kampung halamannya untuk berziarah," jelasnya.
Namun Berry sangat menyanyangkan, tradisi Cheng Beng ini belum di dukung oleh keamanan yang baik. Padahal, tradisi Cheng Beng menurut Berry akan sangat menguntungkan, karena dapat menghasilkan devisa yang banyak.
Ia menilai, Pemerintah juga belum meliriknya sebagai sumber potensi wisata. Padahal, melalui Cheng Beng, setiap orang akan datang bahkan jauh dari luar negeri, sehingga mampu menghidupkan perekonomian bangsa.
"Kan kasihan orang sudah jauh-jauh pulang tapi tidak aman karena diganggu preman. Untuk itu, sebagai tokoh Tionghoa saya meminta pemerintah, khususnya Polri maupun TNI dapat menjaga keamanan di kuburan. Cheng Beng ini kan sumber wisata juga, apalagi dilakukan tanpa promosi," terangnya.
Karena ketidaknyamanan itu, sambung Berry, saat ini sudah banyak warga Tionghoa yang mengambil kerangka leluhurnya untuk dikremasi menjadi abu. Selanjutnya abu itu dibawa ke luar negeri, sehingga disaat Cheng Beng mereka tidak lagi akan pulang ke kampung halamannya.
"Padahal mereka yang meninggal disini adalah leluhurnya juga. Tapi karena saat Cheng Beng sering diganggu preman, akhirnya membuat orang tidak mau pulang lagi," pungkasnya. (rozie winata)