Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Surabaya. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya bisa digunakan maksimal 41 persen, semisal untuk pembangunan infrastruktur. Padahal pembangunan infrastruktur di Indonesia dirasa masih tertinggal jauh.
Untuk itu Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugihardjo menekankan pentingnya sumber dana alternatif. Sumber dana ini bisa didapat dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), hingga swasta.
Hal ini juga diterapkan dalam pembangunan tol. Sugihardjo mengatakan, pembangunan tol di era Presiden Joko Widodo melampaui target yang ditentukan.
"Target kita membangun 1.000 km jalan tol tidak tercapai, tapi justru 1.853 km," ujar Sugihardjo dalam acara Sosialisasi Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KBPU) di Hotel Bumi Jalan Raya Basuki Rahmat, Surabaya, Senin malam (2/4).
Ia juga membandingkan pembangunan ini dengan era Soeharto. Sugihardjo mengatakan, Indonesia pertama kali membangun jalan tol tahun 1975, dan resmi digunakan tahun 1978. Namun selama 39 tahun sejak pemerintahan Soeharto hingga Susilo Bambang Yudhoyono, total tol yang ada hanya 700 km.
Akan tetapi bila dibandingkan dengan infrastruktur di negara lain, Indonesia masih tertinggal. "Sedangkan Malaysia membangun tol 10 tahun setelah Indonesia, tetapi panjang tolnya sekarang mencapai 4.000 km," tambah Sugihardjo.
Ia juga menceritakan pembangunan tol di China yang memiliki jarak 13 tahun dengan awal pembangunan tol di Indonesia. "Kalau di China sudah tidak tahu lagi berapa karena memang panjang sekali sekarang," ujar Sugihardjo.
Diakui Sudihardjo, pembangunan jalan tol memang menelan anggaran yang tak sedikit. Untuk itu, saat pembangunan, pihaknya menerapkan kerjasama dengan badan usaha atau KPBU. Kerjasama ini dalam hal penggunaan anggaran.
"Maksimal APBN yang bisa dipakai hanya 41 persen, kalau mau membangun dan menunggu anggaran cair, ya tidak akan bisa," tambah Sugihardjo.
Untuk kerjasamanya, Sugihardjo mengatakan kedua mitra akan menerapkan unsur take and give yakni saling menguntungkan. Namun, dia menekankan dalam hal ini fungsi pemerintah juga sangat vital karena menjadi pengontrol dalam pelaksanaannya.