Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Putusan praperadilan yang memerintahkan KPK menetapkan tersangka baru dalam kasus skandal Bank Century, disebut keputusan mengikat. Tapi kewenangan melaksanakan perintah putusan sesuai hukum yang berlaku dikembalikan ke KPK.
"Apakah ini akan ditindaklanjuti terhadap putusan ini atau masih dipelajari atau masih mengumpulkan data-data, karena langkah berikutnya adalah kewenangan KPK," ujar pejabat Humas PN Jaksel Achmad Guntur, di kantornya, Jl Ampera Raya, Rabu (11/4/2018).
Dalam putusan atas praperadilan yang diajukan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), hakim praperadilan memerintahkan KPK sesuai dengan ketentuan hukum melakukan penyidikan lanjutan atas kasus Century. Hakim tunggal di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel), Effendi Mukhtar juga memerintahkan agar KPK menetapkan sejumlah nama eks pejabat Bank Indonesia (BI) termasuk Boediono sebagai tersangka.
Hakim mendasarkan penetapan tersangka ini berdasarkan surat dakwaan eks Deputi Gubernur BI Budi Mulya yang menyebut nama-nama di antaranya Muliaman Harmansyah Hadad selaku Deputi Gubernur Bidang 5 Kebijakan Perbankan/Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan Raden Padede selaku Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
"Hakim praperadilan berpendapat bahwa daripada KPK digugat praperadilan berkali-kali dan selalu menjawab dengan jawaban yang sama bahwa KPK masih terus mendalami dan mengumpulkan bukti-bukti dan karena KPK tidak bisa menerbitkan surat penghentian penyidikan yang waktunya tidak jelas dan yang sampai saat ini sudah tiga tahun sejak perkara Budi Mulya berkekuatan hukum tetap, maka akan lebih terhormat dan elegant bila KPK melimpahkan perkara tersebut ke penuntut umum atau kepolisian," kata hakim dalam pertimbangan putusan.
Bola panas Century kini dikembalikan ke KPK. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan kasus Century tetap ditangani. Tim penyidik dan penuntut di kasus dengan terdakwa Budi Mulya yang mengembangkan konstruksi perkara terkait fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan bailout Century.
"Sejak kasus Budi Mulya putus, KPK tidak pernah berhenti mendalami terus kasus itu. Jadi tanpa putusan atau tuntutan siapa pun, KPK masih tidak dalam posisi menutup kasusnya," kata Saut, Selasa (10/4).
Dalam surat dakwaan Budi Mulya, ada tiga pelanggaran terkait kasus Century. Pertama, menyetujui analisis yang seolah-olah Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Kedua, mengubah aturan terkait pemberian FPJP yakni menurunkan besaran kebutuhan dana untuk menaikkan Capital Adequacy Ratio (CAR) Bank Century, dan ketiga, menilai surat-surat berharga (SSB) valas Bank Century yang bermasalah seolah-olah masih lancar pada rapat usulan penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Hal ini disebut dalam dakwaan Budi Mulya membuat pembengkakan besaran dana penyelamatan Bank Century.
Budi Mulya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dihukum 10 tahun penjara karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam proses pemberian FPJP dan penentuan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Majelis hakim menilai perbuatan Budi Mulya dan sejumlah orang lainnya telah merugikan keuangan negara Rp 689,894 miliar dalam pemberian FPJP dan Rp 8,012 triliun terkait bailout untuk penyelamatan Century. Sedangkan di tingkat kasasi, Budi Mulya diperberat hukumannya menjadi 15 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA).
Di luar perkara, putusan praperadilan yang isinya memerintahkan KPK menetapkan tersangka baru kasus Century dipertanyakan. Salah satunya oleh Wapres Jusuf Kalla.
"Saya belum baca keputusannya, tapi bagi saya aneh juga itu. Jarang ada keputusan seperti itu, biasanya pra (peradilan) pengadilan itu ada perkara yang sedang berlangaung kemudian di pra (peradilan) pengadilankan. Ini perkaranya di akhir putus, kok diperkarakan, bagaimana?" kata JK.
Adanya perintah penetapan tersangka disebut Mahkamah Agung (MA) di luar objek praperadilan. Tapi MA ditegaskan Abdullah tetap menghormati putusan yang merupakan bagian dari kewenangan hakim yang diatur UU.
"Wewenang praperadilan dan beberapa perluasannya kan sudah jelas diatur di KUHAP dan terakhir ada putusan MK. Kemudian putusan yang baru itu, tidak termasuk dalam aturannya," ujar Kabiro Hukum dan Humas MA Abdullah saat dihubungi. (dtc)