Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Indonesia masih belum memiliki undang-undang khusus mengenai perlindungan data pribadi. Hal itu akan menyulitkan pemerintah untuk menghukum Facebook yang saat ini tersangkut skandal penyalahgunaan data pengguna oleh pihak ketiga, yakni Cambridge Analytica.
Ketua Cyber Law Center dari Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Sinta Dewi, mengatakan saat ini Indonesia memiliki Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), tetapi itu kurang memiliki perlindungan soal data pribadi.
"Sebetulnya karena tidak memiliki Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, memang agak sulit (bersikap tegas). Berbeda dengan Singapura yang bisa tegas kepada Facebook, karena mereka punya undang-undangnya," ungkap Sinta di Jakarta.
Mengenai pemblokiran Facebook di Indonesia yang terkena skandal privasi, Sinta mengungkapkan bahwa opsi tersebut tidak terlalu banyak membantu pada akhirnya.
Dikatakan Sinta, Indonesia mempunyai mekanisme untuk pemblokiran suatu platform online. Namun dalam persoalan seperti yang terjadi sekarang ini, diperlukan efek jera kepada mereka yang melakukan pelanggaran.
"Ada mekanisme sendiri untuk pemblokiran kepada konten negatif. Tetapi itu kurang efektif, diperlukan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi karena bisa memberi efek jera, karena di dalamnya ada untuk denda dan sebagainya," sebutnya.
Dari laporan yang diungkapkan Chief Technology Officer Facebook Indonesia Mike Schroepfer, nyatanya data Facebook yang bocor itu lebih buruk dari sebelumnya, yakni bukan 50 juta, melainkan sampai 87 juta pengguna. Bahkan sekitar sejuta di antaranya ada dari Indonesia.
Schroepfer mengungkapkan perusahaannya telah berbagi data hingga 87 juta dengan perusahaan konsultan politik Cambridge Analytica. Dari jumlah tersebut, sebagian besar pengguna yang terkena dampak berada di Amerika Serikat.
Tapi paling mengejutkan, dari data yang disajikan Chroepfer, ada nama Indonesia di daftar negara yang data penggunanya dibagi ke Cambridge Analytica. Jumlahnya cukup banyak, yakni 1.096.666 atau sekitar 1,3% dari total jumlahnya. Angka tersebut membuat Indonesia berada di urutan ketiga setelah Amerika Serikat dan Filipina. (dtn)