Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Pelestarian penyu di pantai barat Sumatera Utara (Sumut) mutlak diperlukan mengingat tingginya perburuan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan yang tidak terkendali saat ini.
"Perburuan terhadap penyu laut ini tidak terkendali oleh masyarakat nelayan, tidak hanya terhadap penyu dewasa, tetapi juga terhadap telur-telur penyu yang ditemukan di pantai barat Sumatera Utara," kata Pakar Konservasi Sumber Daya Alam (SDA) dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) USU Prof Abdul Rauf kepada Medanbisnisdaily.com, Senin (16/4/2018), di Medan.
Karena itulah kata Rauf, pihaknya bersama Kelompok Masyarakat Konservasi Pantai Binasi (KMKPB) Tapanuli Tengah (Tapteng) yang berkedudukan di Kelurahan Binasi Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapteng pada 11 April 2018, melepasliarkan tukik (anak penyu) yang ke 5.000 ekor di Pantai Binasi, Sorkam Barat.
Kegiatan penangkaran dan pelepasan anak tukik ke lautan Samudra Hindia oleh KMKPB yang dipimpin Syahbudi Sikumbang ini, menurut Rauf, telah berlangsung sejak tahun 2015.
Kegiatan ini didasarkan pada kesadaran yang muncul dari nurani sedikitnya 15 warga di kawasan pantai barat Sumut yang melihat fenomena perburuan penyu dan telurnya semakin intensif.
Hal itu dikarenakan harganya yang cukup mahal dan banyak diminati konsumen karena diyakini daging dan telurnya dapat menyembuhkan berbagai penyakit selain sebagai sumber kebugaran (vitalitas) tubuh.
Menurut Ketua KMKPB Syahbudi Sikumbang, harga telur penyu mencapai Rp 2.000 per butir, sedangkan harga penyu dewasa bisa mencapai R 1,5 juta per ekor untuk ukuran sekitar 4 jengkal atau sekitar 60 cm.
"Karena itulah kami melakukan kegiatan penangkaran dan pelepasan tukik-tukik ini dengan swadaya kelompok. Kami mengumpulkan iuran sebesar Rp 5.000 per anggota per minggu," jelasnya.
Biaya penangkaran itu kata dia, sangat diperlukan terutama untuk penebusan atau pembelian telur penyu dari nelayan atau warga yang menemukan ataupun memburunya.
Kemudian, penjagaan saat proses penetasan di dalam pasir pantai selama sedikitnya 48 hari (satu periode penetasan alami), dan pembesaran tukik di bak penangkaran sebelum layak dilepas liarkan.
Rauf yang juga Pembina Kelompok Swadaya Masyarakat Konservasi SDA mitra kerja Forum DAS Sumut menambahkan, kegiatan yang dilakukan KMKPB ini sungguh luar biasa.
Menurutnya, aktivitas yang sebenarnya merupakan amanat dunia internasional untuk satwa dilindungi ini dapat dilakukan dengan kekuatan/kemampuan sendiri oleh KMKPB, sebuah kelompok rakyat kecil yang jauh dari hiruk pikuk nuansa akademis, pemerintah dan politis.
"Semua pihak harus memberi apresiasi kepada KMKPB ini terutama Pemerintah, baik daerah maupun pusat, juga para NGO dan BUMN serta swasta guna mendukung kegiatan ini. Bila hal ini tidak dilakukan sejak sekarang, dipastikan lima tahun ke depan populasi penyu di kawasan pantai barat Sumatera ini akan tinggal nama," kata Rauf.