Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Meski Facebook Indonesia telah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi I DPR RI. Namun, Komisi I masih merasa tidak puas dengan apa yang dilakukan media sosial terpopuler sejagat itu.
Rasa ketidakpuasaan itu diungkapkan oleh Anggota Komisi I DPRI RI Evita Nursanty. Disampaikannya, pernyataan Facebook Indonesia masih belum memuaskan karena tidak lugas akan kasus penyalahgunaan data pengguna oleh pihak ketiga, yakni Cambridge Analytica.
"Jawaban Anda tidak memuaskan," kata Evita dengan tegas terhadap Facebook Indonesia.
Pada kesempatan ini, perwakilan Facebook yang hadir, yaitu Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia Ruben Hattari dan Vice President of Public Policy Facebook Asia Pasific Simon Policy.
Ketidakpuasaan Komisi I ini dilatari karena sejak diungkapkan jumlah data pengguna Facebook yang disalahgunakan oleh Cambridge Analytica, sekitar dua minggu lalu, mereka berjanji kepada pemerintah Indonesia untuk melakukan audit dan memberikan hasilnya terkait data Facebook di Indonesia ini digunakan untuk apa.
"(Menkominfo) Rudiantara telepon saya, dia nanya mana janji Facebook untuk lakukan audit secara detail tentang kejadian ini. Pemerintah sudah menunggu. Tolong diperhatikan, jangan anggap enteng," ucap politisi dari PDI-P ini.
Selain itu, Evita juga mengkritik Facebook Indonesia karena sejak awal sudah melakukan defensif. Dikatakan Evita, perusahaan yang didirikan oleh Mark Zuckerberg ini menyampaikan pernyataan bahwa ia tidak bersalah terkait penyalahgunaan data pengguna.
"Belum apa-apa sudah difensif, bersikukuh tidak bersalah karena Dr. Kogan ini bukan dari Facebook. Itu pembukaan memberikan penjelasan, Anda sudah difensif, mengatakan saya tidak salah, nggak bisa begitu. Pendiri Anda (Mark Zuckerberg) sudah minta maaf mengaku salah," tutur dia.
Kemudian, Evita juga mengatakan kekecawaan kepada Facebook karena di dalam platform tersebut masih ditemukan ujaran kebencian hingga hoax. Meski pemerintah Indonesia tengah berupaya untuk menapis ujaran kebencian dan hoax di media sosial, tetapi kata Evita, tanggungjawab terbesar masih dipegang oleh media sosial tersebut.
"Pemerintah jelas melakukan filtering, tetapi tanggungjawab terbesar ada di Facebook. Tidak hanya tanggungjawab moral, namun juga tanggungjawab bisnis dapat dari Indonesia ini," kata dia. (dtn)