Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbiisdaily.com-Medan. Besok, 21 April masyarakat Indonesia akan memperingati Hari Kartini. Kartini merupakan Pahlawan Nasional yang kerap dianggap representasi dari para pejuang perempuan di Indonesia. Selain Kartini, bangsa ini masih memiliki sejumlah pejuang tangguh lainnya. Salah satunya Boru Lopian, putri Sisingamangaraja XII yang turut gugur di medan pertempuran bersama Sisingamangaraja XII.
Sebagai dampak perjuangan ayahnya, bisa dikatakan seumur hidupnya, Boru Lopian ikut berperang bersama ayahnya menentang Belanda. Perang Batak sendiri berlangsung kurang lebih 29 tahun sejak Sisingamangaraja XII memerintah di Bakkara pada 1878.
Selama itu, Sisingamangaraja XII bersama keluarga dan sejumlah pengikutnya menjadi incaran Belanda. Beberapa kali pasukan Sisingamangaraja XII terlibat baku tembak dengan pasukan Belanda antara lain di Bahal Batu, Balige, Lumbanjulu, Siborong-borong. Perang terbuka itu berlangsung kurang lebih 7 tahun.
Ketika pasukan Belanda yang dipimpin Christofel mulai menduduki Bakkara, pusat pemerintahan dan kerajaan Sisingamangaraja XII pada 1894, Sisingamangaraja XII bersama keluarganya harus mengungsi sambil terus melakukan perang secara gerilya.
Memasuki Juni 1907, pasukan Belanda yang dipimpin Christofel meningkatkan pencarian mereka. Sisingamangaraja XII bersama keluarga dan pejuang lainnya keluar masuk hutannl Dairi. Kala itu Boru Lopian berusia 17 tahun. Boru Lopian bersama kedua saudaranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi ikut dalam kelompok pejuang itu.
Akhirnya rombongan pejuang itu pun ditemukan di benteng terakhir mereka di sekitar Pearaja, Sionom Hudon, Dairi. Pada 17 Juni 1907, Belanda mengepung dan berhasil mendesak kelompok pejuang sampai ke bibir jurang hutan Sindias.
Detik-detik terakhir pertempuran itu pun dikisahkan Sitor Situmorang dalam bukunya Toba Na Sae. Diceritakan dalam baku tembak itu, Boru Lopian terkena peluru Belanda. Melihat putrinya sekarat, Sisingamangaraja XII berbalik menyusul Boru Lopian. Padahal Boru Lopian sudah mengisyaratkan agar ayahnya itu bersembunyi.
Ia memangku putrinya yang telah bersimbah darah. Kesempatan itupun dimanfaatkan Belanda untuk menangkap dan menyiksa Sisingamangaraja XII hingga akhirnya gugur.
Boru Lopian, menurut Sitor, dalam keadaan sekarat, masih sempat melihat bagaimana ayahnya disiksa oleh Belanda. Belanda masih sempat meminta agar Sisingamangaraja XII mengakui dan tunduk kepada mereka. Namun sampai detik terakhir, Sisingamangaraja XII tetap menolak menyatakan tunduk.
Dalam pertempuran itu, juga menewaskan kedua putra Sisingamangaraja XII, Patuan Nagari dan Patuan Anggi dan sejumlah Panglima Perang dari Aceh yang diperbantukan membantu Sisingamangaraja XII.
Sejarawan dari Univesitas Negeri Medan, Ichwan Azhari, dalam sebuah seminar di Unimed belum lama ini menyatakan, selain Kartini masih banyak pejuang perempuan lain yang pantas dijadikan pahlawan nasional. Setiap daerah disebutnya hampir selalu mempunyai tokoh-tokoh pejuang perempuan. Salah satunya Boru Lopian yang gugur di Medan tempur bersama ayahnya, Sisingamangaraja XII.
Ini pekerjaan yang harus dilakukan bersama-sama. Masih banyak tokoh pejuang perempuan yang belum terdokumentasikan. Jangan-jangan perjuangannya lebih hebat dari Kartini. Kepada medanbisnisdsily.com, Ichwan mengaku masyarakat Indonesia masih sulit menerima hal-hal baru. Apalagi bila ada yang menggugat ketokohan seorang pahlawan nasional.
Budayawan Batak, Thompson Hs yang pernah mementaskan naskah "Srikandi Boru Lopian" menyebutkan kegigihan Boru Lopian dan kesetiannya mendampingi ayahnya Sisingamangaraja XII sampai detik terakhir, merupakan nilai-nilai kepahlawanan yang ditunjukkan Boru Lopian.
Diakuinya, pengusulan Boru Lopian menjadi pahlawan nasional sudah pernah dilakukan beberapa tahun lalu, namun sampai kini belum tahu perkembangannya.